Sabtu 13 Oct 2018 16:13 WIB

Indonesia Dorong Peningkatan Porsi Keanggotaan di IMF

Porsi negara berkembang dalam mengambil keputusan masih rendah.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Friska Yolanda
Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) Juda Agung dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo memberikan keterangan kepada media terkait kesepakatan IMFC di Nusa Dua, Bali pada Sabtu (13/10).
Foto: Republika/Ahmad Fikri Noor
Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) Juda Agung dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo memberikan keterangan kepada media terkait kesepakatan IMFC di Nusa Dua, Bali pada Sabtu (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Juda Agung akan berupaya meningkatkan porsi kuota Indonesia dalam keanggotaan IMF. Dia mengatakan, Indonesia bersama sejumlah negara berkembang lain seperti India, Cina, dan Brasil masih berada di bawah level representasi yang semestinya.  

"Emerging markets, seperti Cina, India, Brasil, termasuk Indonesia, itu masih lebih rendah dari yang seharusnya. Oleh sebab itu, kita dorong supaya disesuaikan kepemilikan saham, kuotanya dinaikkan," kata Juda di Nusa Dua, Bali pada Sabtu (13/10). 

Juda menjelaskan, IMF adalah institusi berbasis kuota sesuai dengan ukuran ekonomi suatu negara anggota. Kuota tersebut kemudian menentukan kepemilikan saham dan juga keputusan-keputusan penting dari IMF. 

"Ada keputusan yang harus diambil 50 persen, 70 persen, atau 80 persen suara. Tentu saja negara yang memiliki suara lebih dia bisa menentukan keputusan itu. Apalagi kalau dia kolaborasi dengan yang lain," kata pejabat yang juga mewakili 13 negara Asia tersebut. 

Selain itu, kata Juda, akses pendanaan dan keuangan IMF juga ditentukan berdasarkan kuota yang dimiliki suatu negara. Semakin besar kuota, maka semakin besar pula sebuah negara bisa meminjam dari IMF. 

Kemudian, manfaat lain dari penambahan porsi kuota adalah terkait kepegawaian. Dia mengatakan, IMF adalah sebuah institusi multinasional dari 189 negara anggota. Pegawai di IMF, kata dia, terdiri dari berbagai latar belakang negara asal dan cenderung sesuai dengan jumlah kepemilikan saham. 

"Orang yang bekerja di IMF pada akhirnya akan menentukan juga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh board (Dewan Pimpinan)," kata Juda.

Juda mengaku, pembahasan masih dilakukan terkait alokasi kuota tersebut. Dia mengatakan, dalam meningkatkan kuota keanggotaan negara berkembang tentu akan berpengaruh pada kuota negara maju yang akan turun. "Jadi tarik menariknya masih di situ," kata Juda.

Berdasarkan komunike ke-38 dari Komite Moneter dan Finansial Internasional (International Monetary and Financial Committee/IMFC) yang disepakati di Bali pada Sabtu (13/10), negara anggota bersepakat untuk mengkaji kembali formulasi kuota keanggotaan.

"Kami berkomitmen untuk menyepakati pengkajian kuota ke-15 kali dan menyetujui formula kuota baru sebagai basis penyusunan kembali pembagian kuota," ujar Gubernur Bank Sentral Afrika Selatan Lesetja Kganyago yang juga merupakan Ketua IMFC. 

Pembagian kuota tersebut, sejalan dengan dinamika ekonomi global dan posisi negara berkembang dalam ekonomi dunia. Hal itu juga menjadi upaya untuk menjaga suara dan representasi dari negara-negara anggota termiskin. IMFC menyepakati, pengkajian kembali kuota akan dirampungkan pada pertemuan musim semi IMF-Bank Dunia mendatang atau paling lambat pada Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia tahun depan. 

Baca juga, Peserta Pertemuan IMF-WB Belanjakan Rp 38 Juta per Orang

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement