Sabtu 13 Oct 2018 16:26 WIB

Gubernur Bank Sentral: Cina tak Akan Permainkan Nilai Tukar

Cina tak akan memakai mata uangnya sebagai senjata menangani konflik perdagangan.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Friska Yolanda
Gubernur Bank Sentral Cina, Yi Gang.
Foto: Reuters
Gubernur Bank Sentral Cina, Yi Gang.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Gubernur Bank Sentral Cina, Yi Gang menyoroti risiko penurunan pertumbuhan ekonomi global yang baru-baru ini dirilis Dana Moneter Internasional (IMF). IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini hanya 3,7 persen, serta menurunkan proyeksi tahun depan dari 3,9 menjadi 3,7 persen.

"Meningkatnya ketegangan perdagangan adalah risiko utama yang dihadapi perekonomian global. Negara-negara sekarang sudah terintegrasi, sehingga industri keuangannya juga kait mengait satu sama lain," katanya dalam Pertemuan IMF-Bank Dunia (World Bank) di Nusa Dua, Jumat (13/10).

Meski demikian, Yi memastikan kebijakan moneter Cina ke depannya tetap netral. Cina tak akan menggunakan mata uangnya sebagai senjata menangani konflik perdagangan yang terjadi saat ini, khususnya perang tarif dengan Amerika Serikat.

"Cina tetap membiarkan pasar menentukan dan membentuk nilai tukar renmimbi (RMB). Kami tak akan terlibat dalam devaluasi kompetitif, dan tak akan menggunakan mata uang kami sebagai alat untuk mengatasi konflik perdagangan," kata Yi.

Volatilitas pasar keuangan meningkatkan ketidakpastian kebijakan yang meredam kepercayaan bisnis global. Dalam jangka menengah dan panjang, kaya Yi, proteksionisme sektor perdagangan yang diberlakukan sejumlah pemimpin negara akan menyeret rantai produksi, rantai pasokan, dan nilai perdagangan global yang akhirnya semakin menekan potensi pertumbuhan.

Koordinasi kebijakan makroekonomi sangat diperlukan. Yi menentang segala bentuk proteksi perdagangan dan investasi, dan mengajak seluruh negara bersama-sama mempromosikan investasi global yang lebih sehat.

Negara perlu mendorong reformasi sektor keuangan, meningkatkan jaring pengaman global, stabilitas dan ketahanan moneter internasional secara terkoordinasi. Negara, sebut Yi perlu memanfaatkan peluang reformasi moneter, fiskal, dan struktural untuk memulihkan ekonominya.

Sepanjang semester I-2018, pendapatan domestik bruto (PDB) Cina tumbuh 6,8 persen. Delapan bulan pertama tahun ini, impor dan ekspor Negeri Tirai Bambu tetap stabil, di mana impor naik 13,7 persen dan ekspor naik 5,4 persen. Surplus perdagangan Cina Januari-Agustus 2018 mencapai 33,4 persen.

Semester kedua tahun ini, Cina fokus pada pencegahan dan resolusi risiko keuangan. Kebijakan moneter dan makroprudensial diterapkan, dan aktif mendorong kemajuan sektor keuangan. 

Baca juga, Cina Cetak Rekor Tertinggi Perdagangan dengan AS

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement