REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) bekerja sama dengan Syuriyah PBNU dan Majelis Al Muwasholah menggelar Dialog Peradaban Lintas Agama. Acara bertema "Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa atas Dasar Rahmat Kemanusiaan" imi digelar di Jakarta pada Sabtu (13/10).
Pembicara utama dalam acara tersebut antara lain Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim Hafidz, Romo Franz Magnis Suseno, Pendeta Martin Lukito Sinaga, dan Bikkhu Dammashubo Mahathera. Acara ini dihadiri oleh ratusan tokoh lintas agama, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Di dalam negeri, hadir antara lain Ketua Umum PB MDHW KH Musthofa Aqil Siroj, Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, Sekjen PB MDHW Hery Haryanto Azumi, Ketua Yayasan Mata Air Nusron Wahid, Wasekjen PBNU Suwandi D Pranoto, Dewan Penasihat ISNU Prof Ahmad Mubarok, serta para kiai dan habaib dari NU dan Majelis Al-Muwasholah. Sementara dari luar negeri hadir para ulama besar dari Yaman, Maroko, Inggris, dan lain-lain.
Dalam sambutannya, Habib Umar mengungkapkan bahwa perdamaian harus diwujudkan dengan menciptakan kerja sama dan dialog yang lebih nyata di dalam masyarakat. Sementara, menurut dia, kitab suci yang diturunkan kepada nabi sejatinya adalah untuk mewujudkan perdamaian itu.
"Pada dasarnya seluruh kitab suci yang diturunkan kepada para nabi adalah untuk mewujudkan perdamaian tersebut melalui perbaikan hati dan akhlak manusia," ujar Habib Umar dalam keterangan tertulis yabg diterima Republika.co.id, Sabtu (13/10).
Perwakilan Kristen Batak, Pendeta Martin Lukito Sinaga juga mengungkapkan hal senada dengan Habib Salim. Menurut dia, kitab suci harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena mengajarkan perdamaian. "Semua kitab suci mengajarkan perdamaian dan saling menghormati," ucapnya.
Sementara itu, Romo Franz Magnis Suseno dalam paparannya mengatakan bahwa Indonesia adalah contoh yang baik untuk kerukunan umat beragama. Selama puluhan tahun tinggal di Indonesia, Romo Magnis mengaku belum pernah mengalami persekusi agama.
"Selama 60 tahun sejak pertama kali datang ke Indonesia saya tidak pernah mendapatkan gangguan atas nama agama. Artinya, Indonesia adalah negara yang kondusif dalam hal kerukunan beragama," kata tokoh Katolik senior tersebut.
Adapun Sekjen PB Majelis Dzikir Hubbul Wathon Hery Haryanto Azumi menjelaskan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas terjadinya krisis tolerasi di seluruh dunia yang memerlukan sentuhan para tokoh dan pemuka lintas agama untuk penyelesaiannya. "Kegiatan ini penting dan kami akan secara kontinyu menyelenggarakannya. Bagi saya kebersamaan antara elemen-elemen bangsa merupakan syarat mutlak terwujudnya perdamaian yang lebih permanen," jelas Hery.