REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa masih belum bisa diprediksi, tetapi bisa diwaspadai dengan meningkatkan kesiapsiagaan. Pakar Gempa Jaya Murjaya mengatakan, Indonesia dapat mencontoh Jepang mengenai mitigasi bencana gempa yang masuk dalam kurikulum pendidikan sejak usia dini.
"Saya pikir penting pendidikan pemahaman masalah kegempaan apakah masuk kurikulum seperti di Jepang. Jadi dari anak-anak sudah diberi pemahaman tentang kegempaan bagaimana untuk memitigasinya," ujar Jaya saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (13/10).
Menurut dia, Indonesia yang rawan bencana gempa sudah seharusnya pemerintah meningkatkan program mitigasi bencana kepada masyarakat. Sehingga, dari anak-anak sampai orang dewasa dapat mengurangi risiko gempa dimulai dengan melakukan evakuasi mandiri.
"Di samping itu pemerintah perlu membangun infrastruktur seperti sistem peringatan dini tsunami dan sebagainya," kata Jaya.
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, kesiapsiagaan bencana harus dimiliki setiap warga. Menurut dia, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam mitigasi bencana.
"Pemerintah dan masyarakat itu harus bergandengan tangan, artinya pemerintah ada program mitigasi melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat, masyarakatnya juga proaktif," jelas Daryono.
Ia mengatakan, pemahaman tentang gempa bumi dan cara menghadapinya dapat dimulai dalam pendidikan di sekolah-sekolah. Masyarakat harus meningkatkan kemampuan bertahan dan menyelamatkan diri.
Sehingga, menurut Daryono, masyarakat tidak akan panik saat kejadian gempa. "Masyarakat akan paham nanti. Jangan panik, jadi kalau berada di luar jangan dekat dengan kabel lsitrik, jangan dekat dengan tembok, jangan dekat dengan tebing," tutur dia.
Selain itu, menurut Daryono, pemerintah perlu membuat program rumah tahan gempa. Sebab, kata dia,korban meninggal dunia bukan disebabkan gempa secara langsung, melainkan karena bangunan-bangunan runtuh setelah diguncang gempa yang menimpa penghuninya.
"Kalau rumahnya lemah dibiarkan saja saat ada gempa akan mencelakai orang. Rumahnya harus kuat dengan adanya progam penguatan rumah atau tahan gempa itu," tutur Daryono.
Ia menyarankan, apabila membangun rumah tahan gempa dengan kualitas tinggi memerlukan biaya relatif lebih tinggi, bisa mendirikan rumah dengan kayu atau bambu. Daryono menjelaskan, bahan ringan dalam mendirikan bangunan dapat mengurangi risiko akibat tertimpa reruntuhan bangunan, terutama bagi masyarakat yang berada di wilayah sumber gempa.