REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Asep Kosasih (37 tahun) adalah Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung di rumahnya. Letak rumahnya berada di Kampung Somang, Parung Panjang, Kabupaten Bogor.
Ketika Republika.co.id mengunjungi rumah Pepen Supenti, saudara tiri Asep, dia mengatakan sudah pernah mengadukan kondisi saudaranya ke kepala desa tapi tidak ada anggapan. “Saya tanya sama bu kades, dinas sosial ada dimana karena saya tidak tahu,” ujarnya pada Republika.co.id, Jumat (12/10).
Setelah itu, Pepen diminta ke balai desa untuk mendaftarkan BPJS gratis. Namun, saat ke sana tidak ada orang.
Namun, Pepen tidak menyerah. Dia pun ke balai desa untuk membuat BPJS. Dia bertemu Yoga, yang merupakan anggota Keswa (Kesejahteraan Warga). “Katanya kompromi dulu sama grupnya,” ujarnya.
Namun, tidak ada kepastian sampai sekarang. Akhirnya, Pepen berinisiatif ke Dinas Sosial.
“Ketika sampai ke Dinas Sosial katanya suruh bawa Asep ke rumah sakit untuk rawat inap dulu,” ujarnya.
Setelah itu, katanya, akan dibuat BPJS oleh Dinas Sosial yang langsung aktif di hari itu juga. Setelah Pepen ke Dinsos, besoknya Kepala Desa Parung Panjang mengunjungi rumah Pepen.
“Bu kades tersinggung karena beritanya sudah ada di koran Republika,” ujarnya.
Pepen disalahkan karena tidak melapor terlebih dahulu. Pepen mengaku sudah melapor tetapi tidak ditanggapi.
Dan sudah kirim foto keadaan Asep. “Dia bilang fotonya nggak terkirim dan tidak lihat,” ucapnya.
Pepen menambahkan, bu kades hanya bilang nanti diproses sama tiga ODGJ lain di Parung Panjang. Bu kades juga menyarankan Asep mmbuat KTP dulu.
“Ya tidak bisalah, kan Asep juga udah begitu, gimana caranya?” ucapnya.
Republika.co.id pun menghampiri Asep di kamarnya. Asep sedang tiduran dan memanggil nama Pepen. Aroma tidak sedap menyeruak dari kamarnya. Hanya tirai menutupi kamarnya.
Asep membalas tatapan. Dia dirantai kakinya. Kamarnya pun kecil. Kasur seadanya dan kotor. Dia menggaruk-garuk badannya. Atap kamarnya hanya terbuat dari anyaman bambu yang sudah rusak.
Saat malam tiba, dia kerap mengamuk, dan juga selalu minta makanan. “Minta makan melulu,” ujar Pepen.
Greti yang merupakan tetangga Pepen sekaligus anggota Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) mengatakan sebelumnya ODGJ di kampung Somang ini berakhir dengan gantung diri. “Di sini masih primitif. Ada juga yang bilang ODGJ itu kesurupan,” ucapnya.
Terkait kepala desa yang berkunjung ke rumah Pepen, Greti saat itu juga berada di rumah Pepen. “Marah gitu karena memalukan Parung Panjang,” ucapnya.
Saat pemberitaan tersebut menyebar seluruh Parung Panjang gempar. “Katanya kenapa saya bawa wartawan, kalau tidak ada wartawan juga tidak ada yang membantu,” ucapnya.
Greti prihatin karena Asep tinggal kulit dan tulang. Dia makan dua hari sekali. Tiap porsi berisi secentong nasi.
Kepala Desa Parung Panjang, Nina Kurniasih, mengaku baru tahu kemarin (Kamis) tentang Asep. “Tidak ah bohong saja, tidak ada WA,” ujarnya ketika dikonfirmasi Republika.co.id.
Menurutnya, Pepen hanya menanyakan tentang BPJS gratis. Sehabis itu tidak ada kelanjutan lagi.
Tidak ada pengaduan juga. “Bu Pepen pernah bilang pasrah tidak mau bilang sama siapa-siapa,” ujarnya.
Nina juga mempunyai tim untuk mengecek keadaan seluruh warganya. Sebelumnya, Nina juga sudah membawa 2 ODGJ ke rumah sakit jiwa di Bogor.
“Nggak mungkinlah saya diam saja,” ucapnya.
Soal cerita Pepen yang mengaku tidak ada respons dari kepala desa, Nina mengatakan, tidak mungkin tidak ada respons karena dia mempunyai buktinya. “Saya punya buktinya, kalau perlu saya kirimkan,” ujarnya.