Senin 15 Oct 2018 16:19 WIB

Korsel dan Korut Buka Akses Transportasi Kedua Negara

Proyek jalur kereta api dan jalan raya dua Korea akan dilakukan pada akhir tahun ini.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Peta Semenanjung Korea yang terbagi jadi Korea Utara dan Korea Selatan
Foto: all-that-is-interesting.com
Peta Semenanjung Korea yang terbagi jadi Korea Utara dan Korea Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) pada Senin (15/10) sepakat untuk mulai menghubungkan kembali akses transportasi seperti jalur kereta api dan jalan raya. Kesepakatan itu merupakan langkah baru dari hubungan keduanya yang semakin baik.

Kesepakatan terkait transportasi tersebut dicapai dalam sebuah pertemuan yang dilakukan di desa perbatasan Panmunjeom. Pertemuan itu bertujuan untuk menindaklanjuti pertemuan ketiga antara Presiden Korsel Moon Jae-in dan pemimpin Korut Kim Jong-un, bulan lalu.

"Korsel dan Korut mencapai kesepakatan setelah dengan sungguh-sungguh mendiskusikan rencana untuk mengembangkan hubungan antar-Korea ke tahap baru yang lebih tinggi," kata pernyataan bersama yang dirilis oleh Kementerian Unifikasi Korsel.

Mereka setuju untuk mengadakan upacara pada akhir November atau awal Desember, untuk meresmikan proyek pekerjaan untuk menghubungkan kembali jalur rel kereta api dan jalan raya yang telah terputus sejak Perang Korea 1950-53.

Kedua pihak akan melakukan studi lapangan bersama terkait rencana transportasi di akhir bulan ini. Selain itu, mereka juga setuju untuk membahas tawaran untuk menjadi tuan rumah bagi Olimpiade 2032.

Pertemuan itu dipimpin oleh Menteri Unifikasi Korsel Cho Myoung-gyon dan ketua komite Korut untuk reunifikasi damai yang menangani urusan lintas batas, Ri Son-gwon,

"Kami berada pada momen yang sangat penting untuk denuklirisasi semenanjung Korea dan kemajuan hubungan antar-Korea, dan ada juga pembahasan mengenai pertemuan kedua antara Korut-AS yang akan datang," kata Cho kepada wartawan sebelum berangkat ke Panmunjeom.

Kim mengadakan pertemuan puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Presiden AS Donald Trump pada Juni lalu di Singapura. Saat ini kedua belah pihak sedang mengatur pertemuan kedua, yang menurut Trump kemungkinan akan dilakukan setelah pemilihan kongres AS pada 6 November.

Meski tengah kembali merencanakan pertemuan antara Kim dan Trump, AS masih memberikan tekanan maksimum terhadap Korut. Tujuannya adalah untuk mendesak Korut agar menyerahkan senjata nuklir dan menyerahkan program rudal balistiknya.

Pada Rabu (10/10), Trump mengatakan Korsel tidak akan mencabut sanksi terhadap Korut tanpa persetujuan AS. Prakarsa menghubungkan kembali jalur kereta api dan jalan raya, serta tawaran untuk menjadi tuan rumah Olimpiade bersama telah disetujui oleh Moon dan Kim pada pertemuan puncak terbaru mereka, di ibu kota Korut, Pyongyang. Moon juga mengatakan Korut akan secara permanen menutup fasilitas-fasilitas nuklirnya di hadapan para ahli asing.

Para pemimpin kedua Korea itu juga mendukung pakta militer, yang meliputi penghentian latihan militer, zona larangan terbang di dekat perbatasan mereka, dan penghapusan secara bertahap ranjau darat dan pos penjagaan di dalam Zona Demiliterisasi (DMZ).

Pada Agustus lalu, rencana inspeksi kedua Korea untuk proyek kereta api telah dibatalkan setelah Komando PBB (UNC), yang tumpang tindih dengan pasukan AS di Korsel dan mengawasi urusan di DMZ, menolak kereta uji yang membawa bahan bakar.

Baca: Korea Utara Perdalam Hubungan dengan Rusia

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement