REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Wilayah terdampak likuefaksi akibat gempa bumi di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), menjadi tempat pencarian besi atau tembaga bekas oleh warga sekitar. Mereka mengambil besi-besi yang tidak terpakai untuk menyambung hidup.
"Kami ambil besi-besi yang tidak terpakai untuk dijual. Kami ambil yang sudah tidak terpakai kan, jadi lumayan untuk menyambung hidup," ujar Rahmat (27 tahun) yang datang bersama adiknya yang hanya beda setahun di area Perumnas Balaroa, Senin (15/10).
Di lokasi tersebut, Rahmat, adiknya, dan beberapa orang lainnya mencari besi-besi yang ada di reruntuhan bangunan dan yang tertimbun oleh tanah beserta lumpur. Mereka membawa alat berupa gergaji besi untuk memotong besi yang menyatu dengan reruntuhan bangunan. Saat berbicara dengan Republika.co.id, Rahmat terlihat membawa dua buah karung yang sudah terisi.
Rahmat mengaku memiliki banyak teman yang tinggal di Perumnas Balaroa, tempat ia bertumbuh kembang sejak kecil hingga remaja. Saat ini, ia tinggal di wilayah Kabupaten Parigi Moutong. Ketika terjadi gempa bumi dan tsunami di Sulteng, ia ingin segera berangkat ke Perumnas Balaroa untuk mengecek, tapi ia baru bisa melewati jalur darat dua hari setelahnya.
Sesampainya di Perumnas Balaroa pada Ahad (30/10), ia tak bisa berkata-kata. Jalan yang biasa ia lewati tiba-tiba menjadi bukit dari tanah dan lumpur. Rahmat pasrah kepada Allah SWT karena memang menurutnya itulah takdir dari yang maha kuasa.
"Banyak teman bermain. Saya lahir di sini. Ini kan dekat pusat pasar, jadi ramai yang tinggal di sini. Orang kan tidak ingin jauh dari pusat pasar," kata lelaki yang juga telah mengikhlaskan adiknya yang lain meninggal karena tertimpa pagar saat terjadi gempa bumi itu.
Pada bagian lorong menuju daerah yang terdampak likuefaksi, terdapat papan yang berisi tulisan jumlah rumah yang hancur dan jumlah kepala keluarga yang tinggal di sana. Setidaknya di sana tercatat, ada 1.471 rumah hancur, 800 kepala keluarga, dan 5.000 jiwa.