Senin 15 Oct 2018 19:17 WIB

Terus Melemah, Asumsi Kurs Rupiah dalam RAPBN 2019 Direvisi

Revisi asumsi kurs rupiah dalam RAPBN 2019 karena ketidakpastian ekonomi global

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo
Foto: Republika TV/Fakhtar Khairon
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) mengubah asumsi kurs rupiah untuk Rancangan Anggaran Pendaptan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 dari semula Rp 14.500 per dolar AS menjadi Rp 15.000 per dolar AS. Perubahan ini disampaikan dalam rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR di Ruang Sidang Banggar DPR, Jakarta, Senin (15/10).

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, perubahan ini terjadi karena adanya ketidakpastian ekonomi keuangan global yang mengarah ke tren positif pada 2019. "Ketidakpastian itu ada, tapi berlanjut ke arah yang lebih baik, sehingga memberikan implikasi terhadap rata-rata nilai tukar yang akan dijadikan sebagai dasar perhitungan RAPBN 2019," tuturnya.

Perry mengatakan, ada tiga indikator yang menjadi dasar optimistis pemerintah dan BI terkait tren positif tersebut. Di antaranya, pembahasan yang didengar dan diikuti mengenai ekonomi global dan normalisasi arah kebijakan moneter di negara maju pada perhelatan IMF di Bali sepanjang pekan lalu.

Menurut Perry, pihaknya mendengar bahwa perbaikan kebijakan moneter di negara maju akan berlangsung secara bertahap. Termasuk dari segi kenaikan suku bunga The Fed dari tingkat kenaikannya lebih kecil.

"Kalau tahun ini empat kali, tahun depan probabilitasnya ada, tapi hanya dua sampai tiga kali," ucapnya.

Perry menambahkan, pihaknya juga mendengar dari Eropa bahwa ada kemungkinan euro mengimbangi kekuatan dolar pada paruh kedua tahun 2019. Sehingga, dari kondisi moneter dan keuangan, ketidakpastian ada tapi mengarah pada tren positif.

Optimisme juga datang dari prediksi keberlanjutan perang dagang antara Amerika dengan sejumlah negara. Dalam IMF, Perry menuturkan, ada informasi bahwa ada kelanjutan perundingan antara Amerika-Kanada, Amerika-Eropa dan Amerika-Korea Selatan. Ini menunjukkan, adanya kondisi yang lebih positif dibandingkan saat membahas anggaran pada September.

Selain itu, masih ada proses perundingan antara Amerika dengan Cina yang diprediksi bisa mengarah ke arah lebih baik. "Dampaknya nanti tidak hanya ke kedua negara, tapi juga ekonomi global," kata Perry.

Selain itu, sejumlah langkah sudah dilakukan antara pemerintah, BI dan instansi terkait untuk menurunkan defisit transaksi berjalan sekaligus mendorong masuknya aliran modal asing. Dari sisi BI, Perry menjelaskan, pihaknya juga sudah menempuh berbagai langkah. Termasuk di antaranya meningkatkan suku bunga dan mengembangkan pasar valas dalam negeri.

Dari sisi pemerintah, langkah konkret juga telah dan akan dilakukan terus untuk menurunkan defisit neraca berjalan. Di antaranya implementasi B20 dan kenaikan PPh impor.

"Upaya lain, pemerintah juga dorong investasi. Di IMF, ada 19 proyek infrastruktur dari swasta yang ditandatangani dengan nilai 13,5 miliar dolar AS," tutur Perry.

Berdasarkan berbagai poin di atas, Perry memperkirakan, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 2019 akan berkisar antara Rp 14.800 hingga Rp 15.200. Untuk asumsi dasar RAPBN 2019, ditetapkan nilai tengah, yakni Rp 15.000 per dolar AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement