REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Indonesia Kerja (KIK) menegaakan aturan pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden melakukan kampanye ke lembaga pendidikan sudah sangat jelas. Namun sepanjang kegiatan calon presiden dan wakil presiden hanya sekedar melakukan kunjungan dan bersilaturrahmi tanpa ada embel-embel kampanye, maka tidak perlu ada larangan.
"Saya kira soal ini sudah cukup jelas aturannya. Sepanjang kegiatannya hanya bersilaturrahmi dan di dalam silaturrahmi itu tidak ada hal-hal yang merupakan unsur kampanye maka tidak ada halangannya," tegas juru bicara KIK Arsul Sani saat dihubungi melalui telepon, Senin (15/10).
Sekjen PPP itu mengusulkan agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa diikutkan dalam kegiatan silaturahmi tersebut. Dengan harapan, ketika nanti dipandang menyerempet kedalam unsur kampanye maka bisa langsung diingatkan. Arsul juga mengatakan sangat mudah untuk mengenali antara kampanye dan sekedar silaturrahmi.
"Unsur kampanye itu kan ajakan memilih, atau menyampaikan program-program jika terpilih. Atau bisa juga menampilkan diri sebagai paslon bukan sebagai sosok pribadi misalnya kalau KH Ma'ruf Amin sebagai ulama dan Sandiaga Solahudin Uno sebagai enterpreneur," katanya.
Maka dengan demikian, Arsul menegaskan tidak perlu adanya larangan kepada kandidat untuk berkunjung ke lembaga pendidikan selama masa kampanye. Namun menurutnya cukup dengan pengawasan saja dari Bawaslu sebagai pengawas. Sebab kedua kandidat yang bertarung di pemilihan presiden (Pilpres) 2019 nanti mempunyai kapasitas lain tidak hanya kampanye.
"Karena melarang total calon datang ke lembaga pendidikan itu merupakan pelanggaran HAM. Karena calon juga memiliki kapasitas lain yang tidak usah dibatasi, hanya harus diawasi karena dia lagi kontestasi pemilu," ujarnya.