Selasa 16 Oct 2018 07:39 WIB

Minyak Naik Tipis di Tengah Ketegangan Geopolitik Saudi

Kasus hilangnya wartawan Jamal Khashoggi memicu ketegangan geopolitik di Arab Saudi

Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak naik tipis pada akhir perdagangan Senin (15/10) atau Selasa (16/10) pagi WIB. Kenaikan harga didukung oleh ketegangan geopolitik atas hilangnya seorang wartawan Saudi yang memicu kekhawatiran pasokan dari Riyadh, serta prospek permintaan jangka panjang.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember bertambah 0,35 dolar AS menjadi ditutup pada 80,78 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November naik 0,44 dolar AS menjadi menetap di 71,78 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Pekan lalu, kedua kontrak jatuh lebih dari empat persen karena pasar saham AS merosot. Namun, meningkatnya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat, konsumen minyak utama dunia, dan Arab Saudi, salah satu produsen minyak mentah terbesar, mendukung harga minyak pada perdagangan Senin (15/10).

Riyadh telah berada di bawah tekanan sejak jurnalis Jamal Khashoggi, seorang kritikus kerajaan yang menjadi kolumnis untuk The Washington Post, telah hilang sejak ia memasuki Konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober. Presiden AS Donald Trump telah mengancam memberikan 'hukuman berat' jika ditemukan bahwa Khashoggi terbunuh di kantor konsulat.

Arab Saudi mengatakan akan membalas tindakan apa pun terhadapnya atas kasus Khashoggi, kantor berita negara tersebut SPA melaporkan pada Ahad (14/10), mengutip sumber resmi. Ini terjadi pada saat yang kritis untuk pasar minyak global, yang sedang bersiap untuk sanksi-sanksi AS terhadap Iran mulai berlaku pada 4 November.

Amerika Serikat masih bertujuan untuk memotong penjualan minyak Iran menjadi nol, utusan khusus Washington untuk Iran mengatakan pada Senin (15/10).

Turki dan Italia adalah pembeli terakhir minyak mentah Iran di luar China, India dan Timur Tengah, menurut data tanker dan sumber industri, tanda terbaru bahwa pengiriman menerima pukulan besar dari sanksi-sanksi AS yang kian mendekat.

Beberapa produsen bertujuan untuk meningkatkan produksi di tengah penurunan ekspor Iran, dengan Irak berencana akan meningkatkan ekspor minyak dari pelabuhan di selatan menjadi empat juta barel per hari (bph) pada kuartal pertama 2019.

"Jika Saudi tidak datang untuk menyelamatkan ketika sanksi-sanksi Iran dimulai. Itu akan menjadikan pasar sangat kekurangan. Itu adalah ketakutan yang pada awalnya mendorong harga lebih tinggi," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago.

Namun, beberapa premi risiko diambil keluar pasar ketika Trump pada Senin (15/10) meningkatkan kemungkinan bahwa "pembunuh jahat" harus bertanggung jawab atas hilangnya Khashoggi.

Mengerahkan tekanan turun pada harga, laporan bulanan Jumat (12/10) dari Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pasar tampak 'dipasok cukup untuk saat ini' dan memangkas perkiraan untuk pertumbuhan permintaan minyak dunia tahun ini dan tahun depan.

Sekretaris jenderal Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pekan lalu mengatakan bahwa kelompok itu melihat pasar minyak juga dipasok dengan baik dan berhati-hati menciptakan banjir pasokan pada tahun depan.

Pelaku pasar juga fokus pada melemahnya celah spread bensin. Premi bensin terhadap WTI jatuh menjadi 9,49 dolar AS, terlemah sejak Februari 2017. "Kami terus menekankan runtuhnya virtual dalam celah spread bensin NYMEX sebagai pertimbangan bearish terhadap pasar minyak mentah yang memberikan pengimbangan signifikan terhadap ketegangan Saudi akhir pekan dalam perdagangan hari ini," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, dalam catatan.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement