Selasa 16 Oct 2018 18:47 WIB

Sikap Australia Dinilai Bisa Rusak Hubungan dengan Indonesia

PM Australia membuka peluang untuk memindah kedutaan ke Yerusalem.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Jokowi menerima kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Australia Scott Morrison di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (30/8).
Foto: Republika/Dessy Suciati Saputri
Presiden Jokowi menerima kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Australia Scott Morrison di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (30/8).

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Mantan diplomat senior Australia John McCarthy mengkritik keras rencana Pemerintah Australia memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem. Menurutnya, hal itu berpotensi merusak hubungan Australia dengan negara-negara Muslim, termasuk Indonesia dan Malaysia.

"Hal ini (rencana pemindahan kedutaan ke Yerusalem) akan merusak hubungan kita dengan negara-negara Islam di Timur Tengah, tapi yang paling penting itu akan memiliki implikasi untuk hubungan kita dan cara kita dipandang di Indonesia dan Malaysia," kata tokoh yang juga pernah menjabat sebagai duta besar Australia untuk Indonesia, dikutip laman the Sydney Morning Herald, Selasa (16/10).

Ia mengatakan, reaksi Indonesia dan Malaysia ketika Presiden Amerika Serikat (AS) memutuskan memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem sangat keras. "Sekarang kami adalah bagian dari kawasan itu, dan itu membuatnya menjadi masalah yang sangat serius bagi kami," ujar McCarthy.

Baca juga, Morrison, PM Baru Australia yang Pernah Buat Marah Indonesia.

McCarthy mempertanyakan mengapa Perdana Menteri Australia Scott Morrison mempertimbangkan memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem. Sebab menurutnya, hal itu bukan area fokus kebijakan luar negeri Australia.

"Posisi yang masuk akal untuk diambil adalah apa yang konsisten dengan prinsip-prinsip Barat yang telah lama berlaku di Timur Tengah sebagaimana masih dipatuhi oleh sebagian besar lawan bicara kami di Eropa dan Jepang," kata McCarthy menjelaskan.

Bertolak dari hal itu, ia berpendapat, keputusan Trump memindahkan kedutaan besar AS untuk Israel ke Yerusalem sebenarnya bertentangan dengan kebijakan AS dan Barat yang telah berlangsung lama di kawasan tersebut. Meski Trump mengatakan, langkah pemindahan Kedutaan ke Yerusalem tidak mengurangi dukungan solusi dua negara (Palestina-Israel). "Ini memberi Israel apa yang mereka inginkan sebelum ada solusi menyeluruh," ucapnya.

Profesor hubungan internasional di Australian National University Michael Wesley menyuarakan keprihatinan serupa dengan McCarthy. Ia mengaku mencemaskan reaksi negara-negara Islam, khususnya yang berada di Asia Tenggara, terhadap rencana Australia memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem.

"Pertanyaannya adalah, seberapa serius konsekuensinya jika kita melakukannya. Sangat disayangkan bahwa ini terjadi saat Australia, Indonesia, dan Malaysia memperkuat hubungan intelijen untuk menangani isu-isu kontra-terorisme," kata Wesley.

Ia berpendapat, bila Australia memutuskan memindahkan kedutaannya ke Yerusalem, hal itu akan memicu keraguan dalam konteks kerja sama dengan Indonesia dan Malaysia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement