REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Panky Tri Febiansyah, MiDec mengatakan investasi infrastruktur mendongkrak nilai tambah hampir dua kali lipat dari nilai investasi yang diberikan termasuk di bidang pariwisata dan kontribusi tenaga kerja.
"Simulasi menggunakan angka kebutuhan biaya untuk infrastruktur sebesar Rp4.000 triliun. Simulasi sumbangan infrastruktur ini menggunakan asumsi dasar carrying capacity tidak berubah," kata Panky Tri Febiyansyah dalam acara Diskusi Tantangan Pengembangan Infrastruktur Pariwisata di Tengah Gejolak Nilai Tukar di Gedung Widya Graha LIPI Lantai 5, Jakarta Selatan, Rabu (17/10).
Ia mengatakan, dampak terhadap aktivitas ekonomi yang didukung oleh infrastruktur tersebut menghasilkan nilai tambah sebesar Rp7.718 triliun atau 1,93 kali lipat dari nilai investasi infrastruktur. Begitu juga dengan kontribusi tenaga kerja mencapai Rp1,097 triliun atau 0,274 kali lipat, kata dia.
"Ini berdasarkan simulasi Pusat Penelitian Ekonomi LIPI mengenai dampak program pengembangan infrastruktur pemerintah," katanya.
Fakta yang juga didapatkan kata dia, pariwisata bisa menjadi alternatif sumber peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui pembangunan pariwisata yang berdaya saing dan inklusif.
"Infrastruktur memiliki posisi strategis dalam mendukung pariwisata yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.
Selain itu, pariwisata dapat dijadikan sebagai alternatif peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bisa dicapai melalui pengelolaan sumber daya pariwisata (alam dan sosial budaya), secara profesional yang didukung oleh SDM yang berkualitas dan berkompeten. Namun ia menekankan, untuk mencegah pembangunan pariwisata yang parsial, perlu peninjauan kembali definisi pariwisata dan cakupan sektor/subsektor.
"Posisi strategis infrastruktur dalam mendukung peranan pemerintah dan bisnis dalam pengembangan pariwisata perlu melibatkan peran aktif dari akademisi, komunitas, dan media," katanya.
Ia juga mengungkapkan keberadaan infrastruktur pariwisata seharusnya mempertegas pentingnya peran pemerintah untuk mendesain strategi secara komprehensif serta dapat terimplementasi dengan baik.
"Terlebih bila hal tersebut dihubungkan dengan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata," katanya.
Ia menjelaskan, desain pembangunan pariwisata yang berdaya saing secara komprehensif harus mencakup pilar infrastruktur fisik, sumber daya manusia, keuangan dan pembiayaan, serta tata kelola.
"Dimensi tersebut diharapkan bisa menjadi patokan terwujudnya sektor pariwisata berkualitas baik sebagai sumber pendapatan alternatif serta menjadi identitas bangsa di tingkat global," katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Agus Eko Nugroho, menilai sektor pariwisata bisa menjadi alternatif sumber pendapatan nasional di tengah lesunya perekonomian global.
"Akselerasi sektor pariwisata pada 2012 sampai 2017 berada di angka 1,22 dengan laju tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan sektor lainnya," ujarnya.
Menurut Agus, pola pembangunan "service based economy" seperti sektor pariwisata, mampu memberikan nilai tambah berkualitas dan dampak pengganda yang besar.
"Secara paralel, aliran dampak pengganda tersebut akan mengarah pada penguatan permintaan domestik baik sektoral maupun rumah tangga. Artinya, kemanfaatannya bisa langsung dinikmati masyarakat dan memperlancar proses bisnis dari usaha-usaha terkait," jelasnya.