Rabu 17 Oct 2018 17:35 WIB

Indeks Daya Saing Indonesia Naik Dua Peringkat

Indeks ini untuk menilai seberapa baik kinerja suatu negara.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Suasana infrastruktur jalur layang Mass Rapid Transit Fase I Lebak Bulus-Bundaran HI di Jakarta Selatan, Kamis (26/7).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Suasana infrastruktur jalur layang Mass Rapid Transit Fase I Lebak Bulus-Bundaran HI di Jakarta Selatan, Kamis (26/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menempati peringkat ke-45 dari 140 negara dalam peringkat Global Competitiveness Index 4.0 atau indeks daya saing global 4.0 2018. Indonesia mencatat skor keseluruhan 64,9 poin. Dibanding dengan indeks tahun lalu, Indonesia naik peringkat dua tingkat dengan skor yang juga bertambah 1,4 poin.

Indonesia unggul atas sejumlah negara lain seperti Turki (ke-61) dan Brazil (ke-72). Tapi, apabila dibanding dengan negara Asia Tenggara lain, Indonesia masih berada di posisi keempat. Berada di atas Indonesia adalah Singapura (kedua), Malaysia (ke-25) dan Thailand (ke-38). Indeks tersebut dirilis oleh World Economic Forum, Rabu (17/10).

Indeks daya saing terhadap 140 negara ini disusun melalui 98 indikator yang diorganisasikan ke dalam 12 pilar. Untuk setiap indikator dengan menggunakan skala dari 0 hingga 100 ini menunjukkan seberapa dekat suatu ekonomi dengan kondisi ideal atau batasan daya saing. Secara garis besar, indeks daya saing disusun untuk mengetahui lanskap daya saing global yang sejalan dengan revolusi industri 4.0.

Ketika menggabungkan faktor-faktor yang ada, Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan skor 85,6. Singapura menduduki peringkat kedua dengan poin 83,5 dan Jerman beraa di bawahnya yang memiliki skor 82,8. Skor rata-rata berada di 40 poin.

Pendiri dan Ketua Eksekutif WEF Klaus Schwab menjelaskan, menghadapi revolusi industri 4.0 menjadi faktor yang menentukan daya saing. Dengan laporan ini, WEF mengusulkan suatu pendekatan untuk menilai seberapa baik kinerja suatu negara terhadap kriteria baru ini. 

"Saya ramalkan, kesenjangan global akan terjadi di antara negara-negara yang memahami transformasi inovatif dan yang tidak. Hanya mereka yang menyadari pentingnya revolusi industri 4.0 akan dapat memperluas peluang bagi rakyat mereka," ucapnya.

Beberapa komponen yang dihitung di antaranya institusi, infrastruktur, kesiapan teknologi informasi dan komunikasi, stabilitas makroekonomi hingga kapasitas inovasi. Metodologi laporan ini diyakini akan memberikan pandangan tentang kesiapan negara untuk masa depan, modal sosial, hingga dukungan terhadap bisnis disruptif, dan kekhawatiran terhadap utang.

Indonesia sendiri mendapatkan keuntungan dari ukuran pasarnya yang sangat besar. Untuk faktor ini, Indonesia berada di posisi ke-8 dengan nilai 81,6 poin. Indonesia juga merupakan salah satu ekonomi berkembang yang paling terhubung, setara dengan negara seperti Chili dan Georgia. Dalam kategori ini, skor Indonesia 20 poin lebih tinggi dibanding skor rata-rata dari kelompoknya.

Faktor tersebut, dikombinasikan dengan budaya kewirausahaan yang cukup bersemangat (61,1 poin, peringkat ke-30) dan keseluruhan dinamisme bisnis (69 poin, peringkat ke-30) menjadi pertanda baik bagi masa depan Indonesia. Dalam hal institusi, Indonesia menduduki peringkat ke-48 dengan skor 58.

Terkait pengadopsian teknologi informasi dan komunikasi, Indoneisa ada di peringkat ke-50 dengan skor 61. Dalam hal kesehatan dan keterampilan, Indonesia masing-masing berada pada peringkat 95 (skor 72) dan 62 (skor 64). Untuk pasar tenaga kerja, Indonesia berada pada peringkat 82 dengan skor 58.

Tapi, kemampuan inovasi Indonesia masih terbatas dengan skor 37,1 poin. Khususnya, kegiatan penelitian dan pengembangan sangat terbatas dengan pengeluaran untuk kegiatan tersebut kurang dari 0,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement