Kamis 18 Oct 2018 07:57 WIB

ALFI: E-Logistic Bisa Tekan Biaya 5-10 Persen

Penurunan biaya tersebut salah satunya disebabkan efisiensi tenaga SDM

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi angkutan logistik.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Ilustrasi angkutan logistik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Kompartemen Bidang e-commerce DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yan Henry Joewana menilai, perusahaan logistik akan mampu menekan biaya produksi lima hingga 10 persen apabila beralih dari konvensional ke elektronik. Sistem elektronik ini juga dikenal dengan sebutan e-logistic.

Penurunan biaya tersebut salah satunya disebabkan efisiensi sumber daya manusia (SDM) di kantor pusat maupun lapangan. Tapi, Yan memastikan, pengalihan ke elektronik tidak akan mengurangi lapangan kerja.

"Sebab, SDM yang tidak digunakan, dapat dialihkan untuk kerjaan yang lebih strategis," ujarnya ketika ditemui usai Focus Group Discussion Kebijakan Implementasi E-Logistik Menuju Era Industri 4.0 di Jakarta, Rabu (17/10).

Yan menambahkan, pengalihan sumber daya manusia ke sektor strategis ini sejalan dengan peta jalan revolusi industri 4.0. Dalam revolusi tersebut, sektor usaha tidak lagi mengutamakan labor intensive atau membutuhkan sejumlah besar tenaga kerja untuk menghasikan barang atau jasa. Hal ini diganti dengan otomatisasi, sehingga tenaga kerja dapat beralih ke pemasaran, promosi atau analisis data.

Sementara itu, untuk pekerja lapangan, mereka bisa memperoleh benefit dengan mempelajari sesuatu yang baru. Dari yang biasanya membawa kertas, sekarang mereka membawa peralatan elektronik.

"Dari yang nggak mengerti bahasa Inggris, sekarang dituntut untuk lebih mengerti. Lama kelamaan, kualitas SDM semakin meningkat," tutur Yan.

Menurut Yan, keberadaan teknologi kini sama pentingnya dengan pemerataan infrastruktur untuk sektor logistik. Meski pelabuhan, bandara dan jalanan darat sudah diperbaiki, tanpa basis teknologi, efisiensi biaya produksi tidak dapat terlaksana. Misal, masuk pelabuhan harus mengantri karena tidak adanya integrasi data yang mengakibatkan barang menumpuk dan biaya membengkak.

Jadi, Yan menambahkan, setelah infrastruktur dibangun, harus ada aplikasi teknologi yang masuk. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan regulasi dari pemerintah seperti mewajibkan pendataan di pelabuhan secara terintegrasi dengan internet of thing (IoT).

"Implementasi 4.0 jadi tidak sekadar teori lagi, tapi sudah diimplementasikan," ucapnya.

Ketua Komite Tetap ICT Agribisnis Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Andi B Sirang mengatakan, e-logistic memiliki potensi besar untuk diterapkan di berbagai sektor bisnis, di antaranya dalam bidang agribisnis. Termasuk dalam mengatasi permasalahan yang selau dihadapi menjelang Lebaran atau hari besar lain, yakni tingginya harga akibat keterlambatan distribusi.

Andi menjelaskan, e-logistic dalam agribisnis menjadi upaya mengefisienkan satu mata rantai pasok di sektor agribisnis. Diharapkan, upaya ini dapat menghasilkan satu stabilisasi harga di ujung, yakni di pasar.

Andi mengakui, pihaknya belum dapat menghitung tingkat efisiensi dengan penerapan e-logistic. Pasalnya, industri agribisnis baru dalam tahap perencanaan untuk masuk ke e-logistic dalam rangka menuju revolusi industri 4.0.

"Kami sedang dalam tahap penyesuaian terhadap mata rantai pasok, termasuk oleh Bulog (Badan Urusan Logistik)," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement