REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan memberikan sanksi terhadap dua aparatur sipil negara (ASN) yang menjadi tersangka peluru nyasar di gedung DPR RI. Kemenhub belum memutuskan apakah sanksi tersebut akan berupa pemecatan kepada keduanya.
“Belum, belum bisa saya sampaikan seperti itu (pemecatan), kita tunggu dulu (proses hukum),” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, Baitul Ihwan, melalui sambungan telepon pada Kamis (18/10).
Ihwan berujar, setiap sanksi di Kemenhub memiliki tingkatan dari yang ringan sampai terberat. Namun sanksi tersebut baru bisa diputuskan apabila yang bersangkutan sudah terbukti bersalah secara hukum.
Kemenhub lanjut Ihwan, memegang tegush azaz praduga tak bersalahan. Karena itulah Kemenhub hingga kini masih belum mengambil sikap terhadap saksi yang akan dijatuhkan kepada IAW dan RMY yang yang kini menjadi tersangka peluru nyasar. “Kita menunggu putusan pengadilan dulu bahwa dia (IAW dan RMY) betul-betul melakukan tindak pidana,” kata Ihwan.
Sementara ini sambungnya, Kemenhub terus mengikuti perkembangan penyidikan di Polda Metro Jaya. Serta menghormati setiap pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak berwajib dalam hal ini kepolisian.
“Jadi kita memegang praduga tak bersalah, barulah ketika ada keputusan pengadilan apakah layak mendapatkan sanksi atau berupa apa sanksinya setelah ada keputusan tetap,” tegas Ihwan.
Polisi telah menetapkan IAW dan RMY sebagai tersangka kasus peluru nyasar di gedung DPR RI. IAW dan RMY kini telah mendekam di rumah tahanan Polda Metro Jaya.
Peristiwa penembakan terjadi pada Senin (15/10). Saat itu ruang 1313 dan 1601 dihebohkan dengan tembakan peluru yang menerobos masuk dan menebus kaca gedung.
Proyektil peluru tersebut bahkan ditemukan menembus dinding ruangan. Dari proyektil itulah ditemukan sidik jari bahwa anak peluru berasal dari senjata glock 17 yang digunakan tersangka saat berlatih di lapangan tembak Senayan.