Kamis 18 Oct 2018 15:02 WIB

AS Larang Pekerja Bantuan Kemanusiaan Pergi ke Korut

Larangan pekerja bantuan untuk menekan Korut agar meninggalkan program nuklirnya.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Citra satelit yang menunjukkan lokasi reaktor nuklir Korea Utara (Korut) Yongbyon.
Foto: reuters
Citra satelit yang menunjukkan lokasi reaktor nuklir Korea Utara (Korut) Yongbyon.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah melarang pekerja bantuan Amerika untuk pergi ke Korea Utara (Korut). Larangan itu bertujuan untuk menekan Pyongyang agar segera meninggalkan program senjata nuklirnya.

Sanksi yang diberlakukan oleh PBB musim dingin lalu telah memaksa kelompok-kelompok bantuan untuk membatasi beberapa kegiatan mereka di Korut, seperti mengirim peralatan pertanian ke negara itu. Korut adalah salah satu negara termiskin di dunia, yang warganya bergulat dengan masalah kekurangan pangan.

Hal itu bukan pertama kalinya pemerintahan Trump memotong bantuan kemanusiaan selama proses negosiasi diplomatik dengan negara lain. Selama beberapa bulan terakhir, para pejabat Amerika juga mengakhiri bantuan sipil ke Palestina dengan harapan dapat memaksa para pejabat Palestina untuk melakukan negosiasi perdamaian dengan Israel.

Sejak bulan lalu, Departemen Luar Negeri AS telah menolak memberikan izin khusus untuk membantu para pekerja kemanusiaan melakukan perjalanan ke Korut. Pembatasan pekerja bantuan ini mempengaruhi program kemanusiaan di Korut, termasuk upaya untuk menghentikan wabah tuberkulosis dan memberikan pelatihan medis serta bantuan pertanian.

"Orang-orang menderita. Ini tidak sama dengan membatasi barang mewah untuk kalangan elit atau mengurangi akses barang militer. Ide untuk membatasi layanan kemanusiaan membuat saya kontraproduktif," ujar mantan utusan khusus Amerika untuk hak asasi manusia di Korut, Robert King, dikutip New York Times.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan saat ini masih mengkaji pengecualian terhadap larangan perjalanan atas dasar kasus per kasus, dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Puluhan kelompok pekerja kemanusiaan nonprofit Amerika bekerja di Korut, tetapi tidak ada yang tinggal secara permanen di sana. Mereka harus melakukan perjalanan bolak-balik untuk melakukan pekerjaan mereka.

Pembicaraan tentang larangan perjalanan bagi kelompok-kelompok bantuan kemanusiaan telah dibahas oleh para pengamat Korut sejak pekan lalu.

"Sangat jelas pemerintahan Trump menganggap pemberian bantuan kemanusiaan kepada rakyat Korut sebagai target yang sah untuk melakukan kampanye tekanan maksimumnya. Garis batas telah dilintasi," tulis Keith Luse, direktur eksekutif Komite Nasional Korut.

Larangan perjalanan tahun lalu dikeluarkan setelah seorang mahasiswa Amerika, Otto F. Warmbier, meninggal akibat kerusakan otak yang diderita di penjara Korut. Warmbier ditangkap pada 2016 saat sedang melakukan tur di Pyongyang.

Pada saat itu, Korut menahan tiga warga Amerika lainnya. Korut kemudian membebaskan para tahanan itu pada Mei 2018, menjelang pertemuan puncak antara Trump dan Kim Jong-un.

Larangan itu ditujukan untuk melindungi warga Amerika agar tidak menjadi sasaran empuk penjara oleh pejabat Korut. Larangan ini juga membatasi sejauh mana mata uang asing digunakan di Korut.

Pekerja bantuan biasanya mendapatkan "validasi khusus" untuk melakukan perjalanan ke Korut, dalam bentuk satu kali paspor yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri.

Kee Park, direktur program Medical Association Korut, mengatakan rencana perjalanannya juga telah diblokir oleh Departemen Luar Negeri.

Asosiasi ini membawa dokter ke Korut untuk memberikan pelatihan, peralatan, dan persediaan medis. Park, yang telah mengunjungi Korut sebanyak 18 kali, mengatakan dia menjadi salah satu dari tiga dokter Korea-Amerika yang diberi izin untuk melakukan perjalanan ke Pyongyang pada Mei lalu. Tetapi ketika para dokter itu mengajukan permohonan pada September untuk kembali melakukan perjalanan kemanusiaan ke Korut, para pejabat Departemen Luar Negeri menolaknya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement