REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana menghapus pajak pembelian rumah mewah untuk mendorong pertumbuhan sektor properti. Saat ini, pembelian rumah mewah dibebankan pajak berupa Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
"Jadi, memang ada yang lagi kita consider supaya kita hilangkan," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara di kantor Kemenkeu, Jakarta pada Kamis (18/10).
Suahasil menjelaskan, rencana pemberian insentif tersebut bertujuan agar harga pembelian rumah mewah menjadi lebih murah. Untuk itu, pemerintah tengah mengkaji revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 90 tahun 2015 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah dan PMK nomor 35 tahun 2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Dalam ketentuan PMK 90/2015, objek pajak ialah penjualan atas rumah dengan harga jual atau lebih dari Rp 5 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 meter persegi dan apartemen dengan harga jual lebih dari Rp 5 miliar atau luas bangunan di atas 150 meter persegi.
Sementara, dalam PMK 35/2017 tertera rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan harga jual sebesar Rp 20 miliar atau lebih dan apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title dengan harga jual minimal Rp 10 miliar dikenakan PPnBM sebesar 20 persen.
"Ada PPnBM dan PPh 22, mana yang bisa lebih cepat kita hilangkan duluan, kita hilangkan lebih dulu. Bisa dua-duanya," kata Suahasil.
Suahasil mengatakan, rencana tersebut telah dibahas bersama pengembang properti. Dia mengatakan, barang yang sangat mewah sejatinya lumrah dikenakan pajak tinggi. Akan tetapi, untuk sektor properti, terdapat pertimbangan untuk menjaga pertumbuhan industri dan dampak penggandanya atau multiplier effect.
Menurut Suahasil, penjualan rumah mewah memang tidak besar secara kuantitas. Akan tetapi, keuntungan yang dihasilkan dalam satu transaksi bisa lebih tinggi dibandingkan penjualan rumah kelas bawah atau menengah.
"Sekali transaksi penjualan dia kemudian nilainya besar sekali tapi jarang transaksinya. Tapi, itu bisa jadi membantu perusahaan," kata Suahasil.