REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) Tbk mencatat pertumbuhan kredit sebesar tiga persen year on year (yoy) pada kuartal III tahun ini. Dengan begitu, total penyalurannya menjadi Rp 67,8 triliun dari sebesar Rp 65,8 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Total pendanaan (funding) perseroan juga tumbuh tiga persen dari Rp 74,9 triliun pada kuartal III 2017 menjadi Rp 77,6 triliun pada periode sama tahun ini. Laju kenaikan kredit yang seimbang dengan pertumbuhan funding ini membuat beban bunga turun sebesar empat persen menjadi Rp 3,3 triliun. Dengan begitu, meski pendapatan bunga dari penyaluran kredit tidak mengalami perubahan, pendapatan bunga bersih atau net interest income meningkat dua persen menjadi Rp 7,3 triliun.
“Tahun ini merupakan periode yang menantang. Dinamika ekonomi akibat berbagai faktor eksternal dan internal, ikut mempengaruhi bisnis bank," ujar Direktur Utama BTPN Jerry Ng melalui siaran pers, Kamis, (18/10).
Selain itu, kata dia, sejak awal tahun, perusahaan fokus berkonsolidasi menuntaskan agenda penggabungan usaha (merger) dengan Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI). "Kami bersyukur dapat melewati semua ini dengan tetap mencetak kinerja positif,” tambahnya.
Meski pertumbuhan funding diselaraskan dengan fungsi intermediasi, namun, kata dia, likuiditas BTPN tetap terjaga baik. Rasio pinjaman terhadap pendanaan (loan to funding ratio/LFR) sebesar 87 persen. Jika memperhitungkan equity, rasio likuiditas sebesar 71 persen.
Adapun rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio) sebesar 25 persen dan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) sebesar 1,22 persen. “Berbagai indikator keuangan ini menunjukkan kami bukan sekadar sehat dan kuat, juga ke depan mampu bertumbuh dengan sangat baik,” kata Jerry.
Biaya operasional tercatat lebih rendah berkat optimalisasi platform digital. Transformasi dan inovasi teknologi digital yang dikembangkan sejak 2015 ini, menurutnya, menjadikan BTPN lebih efisien dan lebih kompetitif.
“Kami tidak hanya menciptakan produk dan layanan baru berbasis digital. Kami juga melakukan digitalisasi di existing business, mengubah konsep pelayanan nasabah dari bank-centric, menjadi customer-centric. Kini BTPN lebih terintegrasi dan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan nasabah secara cepat, mudah dan aman,” tutur Jerry.
Dirinya menambahkan, transformasi dan inovasi digital berhasil menekan biaya operasional rutin perusahaan (business as usual) sebesar 16 persen. Dengan begitu dari Rp 3,03 triliun selama sembilan bulan pertama 2017 menjadi Rp 2,55 triliun selama periode sama di 2018. Biaya operasional dan biaya dana yang lebih rendah ini berimbas positif kepada pendapatan operasional bersih (net operating income) yang tumbuh 18 persen menjadi Rp 4 triliun.
“Semua ini memberikan pengaruh positif kepada kemampuan perusahaan dalam mencetak keuntungan. Dengan begitu, laba bersih BTPN (net profit after tax/NPAT) triwulan III 2018 tumbuh 19 persen, menjadi Rp 1,62 triliun yoy,” tutup Jerry.