REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, pemerintah perlu meningkatkan dukungan kebijakan agar fasilitas pembebasan pajak atau Tax Holiday menjadi lebih efektif. Untuk diketahui, sejak direvisi pada April 2018, sebanyak delapan perusahaan telah mendapatkan insentif fiskal tersebut.
"Kalau dilihat dari yang apply masih relatif sedikit. Meski lumayan juga karena sebelumnya jarang yang memanfaatkan," kata Yustinus ketika dihubungi Republika,co.id, Kamis (18/10).
Menurut Yustinus, minimnya peminat tax holiday lantaran investor masih terhambat persoalan lain seperti perizinan, arus logistik, dan kepastian hukum. Oleh karena itu, menurutnya, perlu ada paket kebijakan yang selaras untuk mendukung fasilitas tax holiday.
"Ini termasuk dukungan kebijakan agar efektif, misalnya, bagaimana insentif pajak untuk sektor usaha penunjang industri pionir tersebut," kata Yustinus.
Selain itu, terdapat sektor potensial tapi belum bisa mendapatkan insentif fiskal seperti industri hulu migas. Dia menyebut, investasi sektor tersebut bisa mencapai triliunan rupiah namun belakangan ini justru berkurang.
"Karena tidak ada insentif yang menarik di saat seperti ini. Sayang kalau tidak ada investasi masuk, padahal kita butuh eksplorasi untuk atasi defisit minyak," kata dia.
Sebelumnya, sebanyak delapan perusahaan telah mendapatkan insentif fiskal Tax Holiday dari pemerintah. Total komitmen investasi dari delapan wajib pajak tersebut mencapai Rp 161,3 triliun.
"Ini membuktikan bahwa kita semakin mempermudah dan pelaku usaha merasa nyaman," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/10).
Pada April lalu, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 35 tahun 2018 yang merupakan revisi dari PMK 159 tahun 2015 tentang Tax Holiday. Aturan tersebut menyederhanakan sejumlah ketentuan bagi pelaku usaha untuk mendapatkan fasilitas pembebasan pajak tersebut.
Penyederhanaan itu di antaranya berupa pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 100 persen dengan minimal investasi sebesar Rp 500 miliar untuk 17 sektor industri pionir. Hal itu lebih sederhana dibandingkan aturan sebelumnya yang memberikan kisaran tarif diskon pajak mulai dari 10 hingga 100 persen. Selain itu, durasi pembebasan pajak mulai dari 5 hingga 15 tahun atau hingga 20 tahun namun membutuhkan diskresi Menteri Keuangan.