REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasad atau iri-dengki merupakan satu dari sekian penyakit yang mematikan. Bagaimana tidak, penyakit tersebut, seperti diidentifikasikan oleh Ibnu Hajar, sebagaimana dinukilkan dari kitab Fath al-Bari, seseorang tidak ingin nikmat yang diimiliki orang lain itu bertahan lama. Bila perlu, segera hilang dari tangannnya. Bahkan, ganti berpindah ke pangkuan pelaku hasad tersebut.
Apa dan bagaimana hal ihwal hasud? Topik ini dibahas oleh Mushthafa al-Adawi dalam karyanya yang berjudul, Fiqh al-Hasad. Sekalipun uraiannya tidak selengkap layaknya sebuah eknsiklopedi, tetapi besutan sosok yang akrab dipanggil dengan sapaan Abu Abdullah itu cukup lengkap dengan bahasa yang renyah dan menyentuh semua lapisan masyarakat. Ini penting lantaran dengki menyerang siapa pun, tak peduli latar belakangnya.
Syekh Musthafa mengemukakan, dengki bisa saja muncul akibat beberapa faktor. Pemicu yang paling banyak mendominasi adalah permusuhan dan kebencian, yang barangkali termanifestasikan dalam perilaku ataupun tidak. Faktor ini juga mungkin timbul akibat perlakuan lalim terhadap si pelaku dengki.
Sumpah serapah pun dengan mudah menyeruak, entah celaka, binasa hartanya, atau dampak tak mengenakkan lainnya. Kecintaan terhadap harta dan jabatan juga bisa mendorong dengki diri seseorang. Ambisi meraih itu semua terkadang membutakan nurani. Bahkan, tak jarang pula menempuh berbagai cara agar orang lain sulit mencapai pangkat tersebut.
Teguran agar menjauhi pemicu dengki ini pernah disebutkan dalam surah an-Nisaa' ayat 54. “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.”
Rasa dengki juga bisa datang akibat berebut popularitas. Dan, kesemua faktor tersebut bermuara pada satu pangkal sebab, yakni lemahnya spiritualitas. Frekuensi iri yang ada dalam diri seseorang terkadang melintas ruang dan waktu. Namun, kadarnya akan semakin akut bila jarak antarkedua belah tak jauh. Misal, sesama karyawan dalam satu perusahaan, antartetangga kompleks perumahan, atau teman bisnis.
Bila dengki ini dibiarkan, ungkap Syekh Musthafa, bisa berakibat fatal. Pendengki sejatinya telah menafikan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Setiap makhluk memiliki nasib dan rezeki yang berbeda-beda. Ketetapan tersebut, seperti penegasan hadis riwayat Muslim dari Amr bin al-Ash, telah ditentukan sebelum Allah SWT menciptakan langit dan bumi, sekitar 50 ribu tahun.
Kedengkian yang berlarut-larut pula, perlahan tanpa disadari, akan mengikis kebaikan pendengki itu sendiri. Dan, para pendengki itu kelak akan mempertanggungjawabkan kelakuannya tersebut di akhirat. Efek negatif dengki tak terhenti pada sanksi di akhirat, tetapi juga akan dirasakan dampaknya di kehidupan dunia.
Perasaan gundah gulana, khawatir, dan sakit hati akan selalu menghantui hari demi hari si pendengki. Dalam titik tertentu, terkadang ironsinya, ia malah mengharapkan petaka bagi dirinya sendiri. Dan, rasa dengki itu hanya akan menyebabkan yang bersangkutan terkucil dari lingkungannya. Karena itulah, rasa dengki dengan kriteria di atas sangat dikecam dalam agama. “Ini bukti keluhuran tuntunan Islam,” kata Syekh Musthafa.
Syekh Musthafa pun memaparkan beberapa solusi dan cara sederhana guna mengikis kedengkian dalam diri seseorang. Ingat, bertawakallah selalu. Karena, ungkap Ibnu al-Qayyim, hanya dengan bertawakallah seorang hamba dapat menampik tindakan lalim atau kebencian akan seseorang. Jika memosisikan Allah sebagai satu-satunya pelindung, sejauh itu pula penjagaan akan selalu ada. “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS at-Thalaq [65]: 3).
Sebagai langkah antisipasi, jangan sesekali menceritakan apalagi sengaja memanas-manasi 'si pendengki' dengan kisah-kisah tentang nikmat dan anugerah yang Anda peroleh.
Memang, ada anjuran untuk menceritakan nikmat, tetapi tak selamanya niat baik itu tepat sasaran. Inilah mengapa Nabi Ya'qub AS melarang putranya, Yusuf AS, mengisahkan mimpi yang dialami putra kesayangannya tersebut kepada segenap saudaranya. (QS Yusuf [12]: 5).
Larangan ini juga seperti ditegaskan dalam hadis Abu Qatadah riwayat Bukhari dan Muslim. Rasulullah SAW melarang menceritakan mimpi baik, kecuali kepada orang yang ia percayai.
Resep membendung rasa dengki selanjutnya, menukil dari pernyataan Ibn al-Qayyim, bersikap cuek dan berusaha membersihkan pikiran dari tingkah laku pendengki. Biarkan seperti angin lalu saja. Bahkan, akan sangat baik bila Anda membalas perlakuan buruk itu dengan tindakan baik. Memadamkan api kedengkian itu dengan balasan berupa perbuatan terpuji. “Tetapi, ini sangat sulit,” kata Ibn al-Qayyim.
Dan terakhir, selalu berlindunglah kepada Allah SWT hasutan orang-orang pendengki, entah mereka yang berada jauh dari Anda, ataupun yang dekat dengan Anda sekalipun. “Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." (QS al-Falaq [113]: 2)