Jumat 19 Oct 2018 21:45 WIB

Hubungan Indonesia-Australia akan Dipengaruhi Isu Yerusalem

Indonesia bisa memprotes Australia dengan dialog.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Bendera Australia dan Indonesia. Ilustrasi.
Foto: brecorder.com
Bendera Australia dan Indonesia. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Australia yang mempertimbangkan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan merelokasi kedutaannya dinilai akan menyulitkan Indonesia. Hubungan Indonesia dan Australia pun akan terpengaruh pada isu tersebut.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah mengatakan Indonesia tidak bisa menekan Australia terkait rencananya. Hal itu karena Australia merupakan negara berdaulat. Australia dapat memutuskan hal itu kapan saja, walaupun tidak dalam waktu dekat.

Menurutnya Indonesia hanya dapat menyampaikan kepada Australia bahwa keputusannya dapat menyulitkan Indonesia.

"Karena Indonesia dan Australia sedang membangun banyak kerja sama. Kerja sama Asia Pasifik, Asia Eropa, bilateral, global, koalisi di PBB. Kemudian kita juga harus katakan kalau anda itu meyusahkan kami karena Indonesia sedang tahun politik," kata Rezasyah saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (19/10).

Menurutnya, tindakan Australia ini juga akan menimbulkan kesusahan bagi Indonesia dan kawasan Pasifik selatan. Hal itu karena Australia merupakan negara panutan dari Pasifik Selatan. "Dan mereka menginduk pada Australia. Mungkin akan coba-coba ikut-ikutan," katanya.

Ia mengatakan, hal itu akan menjadikannya isu baru dalam hubungan Indonesia dan Australia. Israel juga akan tertarik membahas isu ini dengan Indonesia dan kemungkinan akan memfasilitasi pendirian kedubes untuk negara Pasifik Selatan. "Karena negara-negara ini sangat ingin sejajar dengan Australia dengan cara yang langsung berhubungan dengan AS," katanya.

Ia menambahkan Indonesia hanya dapat memberikan tanggapan ketidaksukaan atas rencana Austrialia dan juga mengadakan dialog. "Kita nggak bisa nekan tapi kita bisa buka mata dia bahwa ini sangat serius. Dialog bentuk protes secara halus," ujarnya.

Ia mengatakan Australia akan sangat hati-hati dalam menetapkan kebijakan ini karena akan mendapat tekanan dari dalam negeri Australia dan dari internasiona. Negara itu seperti Timur Tengah dan Afrika yang punya muatan dagang tinggi dengan Australia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement