REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Parlemen Mesir pada Ahad (21/10) setuju memperpanjang keadaan darurat di negara itu selama tiga bulan. Keputusan ini akan memperpanjang kemampuan pihak berwenang menggunakan kekuatan hingga 2019.
Mesir pertama kali memberlakukan keadaan darurat pada April 2017 sesudah dua pemboman gereja menewaskan sedikit-dikitnya 45 orang. Sejak itu otoritas Mesir memperpanjang keadaan darurat ini setiap tiga bulan.
Pembaruan itu dimulai pada 15 Oktober dan diterbitkan di lembaran resmi pada pekan lalu serta memerlukan persetujuan parlemen dalam tujuh hari. Aturan itu memungkinkan pasukan keamanan mengambil tindakan untuk menghadapi bahaya dan pendanaan terorisme serta melindungi keamanan di semua bagian negara itu, kata lembaran tersebut.
Keadaan darurat memberikan kewenangan kepada pihak berwenang, yang memungkinkan mereka melakukan penangkapan dan menindak yang mereka sebut musuh negara.
Perdana Menteri Mostafa Madbouly mengatakan kepada parlemen menjelang pemungutan suara pada Ahad itu bahwa keamanan negara perlu diimbangi perlindungan kebebasan umum. Pasukan keamanan Mesir memerangi pemberontakan terpusat di Sinai Utara dan melancarkan gerakan besar di wilayah terpencil pada Februari.