Senin 22 Oct 2018 14:41 WIB

Bupati Kebumen Divonis Empat Tahun Penjara

Ia terlibat kasus suap proyek di kabupaten tersebut selama kurun waktu 2016.

Bupati nonaktif Kebumen Yahya Fuad yang menjadi terdakwa dalam kasus suap sejumlah proyek berjalan meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaa dakwaan, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/7).
Foto: Antara/R. Rekotomo
Bupati nonaktif Kebumen Yahya Fuad yang menjadi terdakwa dalam kasus suap sejumlah proyek berjalan meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaa dakwaan, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Bupati Nonaktif Kebumen, Jawa Tengah, Yahya Fuad dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dalam kasus suap atas sejumlah proyek di kabupaten tersebut selama kurun waktu 2016. Putusan yang dibacakan Hakim Ketua Antonius Widijantono dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang itu lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 5 tahun penjara.

Selain hukuman badan, hakim juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp300 juta yang jika tidak dibayarkan maka akan diganti dengan kurungan selama 4 bulan. Selain itu, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap terdakwa selama 3 tahun, terhitung setelah masa hukumannya selesai.

"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," ucapnya.

Hakim menyatakan terdakwa terbukti menerima suap yang totalnya mencapai Rp12,03 miliar. Uang suap yang berasal dari fee sejumlah proyek tersebut, dikumpulkan oleh sejumlah orang kepercayaan terdakwa yang kemudian digunakan untuk sejumlah keperluan.

Uang tersebut, kata hakim juga diperuntukkan bagi program bina lingkungan yang antara lain diberikan kepada kapolres dan kepala kejaksaan negeri pada waktu itu. Mantan Kapolres Kebumen AKBP Alpen disebut menerima Rp1,7 miliar, sementara mantan Kepala Kejaksaan Negeri Syahroni menerima Rp250 juta.

Dalam putusannya, hakim juga mempertimbangkan tentang penerimaan uang suap sebelum terdakwa dilantik sebagai bupati. Menurut hakim, penerimaan sebelum terdakwa dilantik merupakan rangkaian yang tidak terputus hingga akhirnya dilantik.

"Hal tersebut merupakan rangkaian yang tidak bisa dipisahkan," ujarnya.

Hakim dalam putusannya juga menolak permohonan terdakwa untuk ditetapkan sebagai "justice collaborator" karena dinilai tidak memenuhi syarat sebagai saksi yang bekerja sama untuk mengungkap suatu terjadi tindak pidana. Atas putusan tersebut, terdakwa langsung menyatakan menerima, sementara jaksa masih menyatakan pikir-pikir.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement