Senin 22 Oct 2018 15:56 WIB

Program Terobosan KementanTingkatkan Kesejahteraan Petani

Kesejahteraan petani terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP)

Red: EH Ismail
Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat bertemu petani
Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat bertemu petani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data dan Informasi Publik, Kementrian Pertanian (Kementan) Ketut Kariyasa mengatakan, keberhasilan pembangunan program terobosan Kementan selain mampu meningkatkan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, juga meningkatkan kesejahteraan petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian.

Menurut Ketut, hal ini ditandai dengan meningkatnya produksi padi dalam negeri. Pada 2014, produksi padi mencapai 70,8 juta ton gabah kering giling (GKG). Begitu pun 2015 dan 2016 meningkat masing-masing menjadi 75,4 juta ton GKG dan 79,4 juta ton GKG, serta 2017 naik menjadi 81,1 juta ton CKG. Bahkan pada 2018 diperkirakan meningkat menjadi 83,0 juta ton.

“Tidak hanya padi, komoditas jagung ikut meningkat. Produksi jagung 2015 sekitar 19,61 juta ton dan meningkat menjadi 23,58 juta ton pada 2016. Naik lagi menjadi 28,92 juta ton pada 2017. Produksi jagung pada 2018 diperkirakan meningkat menjadi 30,06 juta ton,” kata Ketut di Jakarta, Senin (22/10).

Ia menambahkan, terlepas dari peningkatan produksi padi dan jagung, kesejahteraan petani terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menyebutkan pada 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05, namun 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83.  Nilai NTUP pada 2017 kembali membaik menjadi 110,03. 

“Pada tahun ini, sampai Agustus rata-rata nilai NTUP lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan nilai NTUP tersebut dapat dipahami selama empat tahun kesejahteraan petani terus mengalami perbaikan,” ujar Ketut.

Disamping peningkatan NTUP, angka penduduk miskin di pedesaan juga menurun. Pada Maret 2015, penduduk miskin di perdesaan masih sekitar 14,21% (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama, 2016 dan 2017 turun berturut-turut menjadi 14,11% (17,67 juta jiwa) dan 13,93% (17,09 juta jiwa).

“Pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perdesaan kembali turun menjadi 13,47% (15,81 juta jiwa), dan bahkan secara nasional dalam sejarah jumlah penduduk miskin sudah dibawah dua digit (9,82%).  Fakta-fakta ini tidak bisa dipungkuri bahwa kesejahteraan petani semakin membaik,” ungkapnya.

Selain itu, Ketut pun mengungkapkan indek gini rasio pun ikut menurun. Indek gini rasio mencerminkan pemerataan pendapatan di perdesaan membaik, atau dengan kata lain ketimpangan pendapatan antar rumah tangga di perdesaan semakin rendah. 

“Pada 2015, indek Gini Rasio di perdesaan sebesar 0,334. Pada2016 dan 2017 turun masing-masing menjadi 0,327 dan 0,320.  Tahun ini, memang sedikit menaik sebesar 0,004 poin menjadi 0,324,” ungkapnya.

Hal yang menarik dikatakan Ketut, angka pemerataan pendapatan di desa lebih baik daripada masyarakat perkotaan yang nilai nya masih sekitar 0,40

“Terbukti bahwa keberhasilan kemajuan bidang pertanian telah berdampak baik terhadap meningkatnya kesejahteraan petani sebagai pelaku utama dalam pembangunan pertanian,” pungkasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement