REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) memperbarui data luas lahan baku sawah yang menunjukkan penurunan luas sawah. Pembaruan tersebut menjadi bagian dari memperbaiki metode statistik produksi beras nasional dengan menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA). Metode tersebut dikembangkan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Lembaga Penerbanga dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Informasi Geospasial (BIG), serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perbaikan metode perhitungan produksi beras ini sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu. Adapun, Metode KSA merupakan inovasi teknologi dari BPPT dan sudah mendapatkan penghargaan dari LIPI.
"Untuk memperbaiki metode itu memang butuh waktu dan tiga tahun lalu pak wakil presiden menugaskan kepada kita untuk memperbaiki metode dengan metode terkini, dan yang penting adalah setransparan mungkin supaya tidak menimbulkan perdebatan," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di Kantor Wakil Presiden, Senin (22/10).
Suhariyato mengatakan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang telah memperbarui luas lahan baku sawah. Pada 2013 luas lahan baku sawah sebesar 7,75 juta hektare, sedangkan pada 2018 berdasarkan hasil verifikasi, luas lahan baku sawah sebesar 7,1 juta hektaer. Artinya, selama lima tahun terakhir terjadi penurunan luas lahan baku sawah sebesar 635 ribu hektare.
Suhariyanto mengatakan, data tersebut menjadi dasar perhitungan untuk mengestimasi angka produksi dengan menggunakan Metode KSA. Dengan metode tersebut, maka luas panen padi pada 2018 diperkirakan 10,9 juta hektare.
"Saya bilang diperkirakan karena Januari-September merupakan realisasi, sementara Oktober-Desember itu adalah potensi," kata Suhariyanto.
Dengan luas panen yang diperkirakan sebesar 10,9 juta hektare, maka rata-rata indeks per tanaman yakni 1,53. Suhariyanto menjelaskan, berdasarkan perhitungan potensi produksi sampai Desember 2018, maka diperkirakan total produksi Gabah Kering Giling (GKG) 2018 sebesar 56,54 juta ton atau setara dengan 32,42 juta ton beras.
Selain itu, BPS juga mengungkapkan, konsumsi beras secara langsung di tingkat rumah tangga maupun konsumsi tidak langsung yang telah dimutakhirkan pada 2017 adalah 111,58 kg per kapita per tahun atau 29,57 juta ton per tahun. Dengan demikian bila diasumsikan, konsumsi beras yang telah disesuaikan untuk 2018 yakni sama dengan 2017, maka selama 2018 terjadi surplus beras sebesar 2,85 juta ton. Suhariyanto mengatakan, surplus tersebut tersebar di 14,1 juta rumah tangga produsen, yakni 47 persen ada stok di penggilingan sedangkan sisa stok lainnya berada di pedagang.
Baca: Pemerintah akan Hitung Produksi Beras dengan Data Satelit