REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai wujud konsitensi dan komitmen pemerintah mempromosikan produk kayu ringan Indonesia kepada buyers global, Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN), akan membangun Paviliun Kayu Ringan Indonesia perhelatan The 33rd Trade Expo Indonesia (TEI) 2018 pada 24-28 Oktober 2018.
“Ini merupakan tahun ketiga Kementerian Perdagangan memfasilitasi perusahaan-perusahaan kayu ringan Indonesia tampil di Trade Expo Indonesia sebagai bagian dari program pembinaan ekspor jangka panjang yang dilakukan bersama Indonesian Light Wood Association (ILWA), Swiss Import Promotion Programme (SIPPO), dan Import Promotion Desk (IPD) Jerman” ujar Arlinda, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan.
Pavilion Kayu Ringan ini akan berada di Hall 3 Booth No.14 Indonesia Convention and Exhibition, Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang. Desain yang akan digunakan untuk paviliun tahun ini adalah model sarang lebah (beehive). Selain unik, model ini juga dapat membuktikan bahwa dengan pemanfaatan teknologi, kayu pohon Sengon yang selama ini dianggap tidak memiliki manfat ekonomi yang besar, dapat digunakan untuk menahan beban berat. Desain ini juga diharapkan dapat menarik perhatian buyers asing yang berkunjung ke Trade Expo Indonesia sehingga mampu mengulang keberhasilan yang diraih Paviliun Kayu Ringan Indonesia dengan model beehive pada pameran Interzum 2017 di Cologne, Jerman, yang mendapatkan nilai initial order sebesar 22,5 juta dolar AS.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor, Marolop Nainggolan, mengungkapkan “Fasilitasi semacam ini merupakan bentuk apresiasi Kementerian Perdagangan terhadap perusahaan-perusahaan yang mau terus berinovasi melakukan diverisfikasi produk dan dapat secara kontinyu didorong ekspornya ke pasar global. Paviliun ini merupakan salah satu booth yang dijadwalkan akan dikunjungi oleh Bapak Presiden RI setelah acara pembukaan pameran”.
Paviliun Kayu Ringan tahun ini akan menampilkan produk-produk kayu inovatif yang ramah lingkungan dari lima perusahaan yang telah mendapatkan pembinaan dalam hal product development dari IPD dan SIPPO sehingga memiliki nilai fungsi dan estetika yang sesuai dengan keinginan buyers dan tren yang sedang berkembang di pasar Eropa. Kelima perusahaan itu adalah PT Abhirama Kresna, PT Hasil Albizia Nusantara, PT Abioso Batara Alba, PT Tatalestari Rimbabuana, dan PT Sumber Abadi Bersama. Kelima perusahaan ini memproduksi blockboard, dorecore, panel board, plywood, laminated door dan produk inovatif lainya yang telah dilengkapi oleh sertifikat SVLK (Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu).
Sebagaimana diketahui, tren pertumbuhan penggunaan kayu ringan di Eropa saat ini kian meningkat karena terkait dengan perubahan pola konsumsi ke arah yang lebih ramah lingkungan, khususnya furniture yang ringan, kuat, dan ramah lingkungan. Sebagai ilustrasi, berdasarkan data IPD, negara-negara Eropa dengan industry furniture turnover terbesar pada 2016 adalah Belanda sebanyak 21 miliar Euro, Italia 19 miliar Euro, Inggris, Polandia, dan Perancis (ketiga negara masing-masing sekitar 8 milyar Euro), dan Spanyol (4,5 milyar Euro). Banyak industri beralih untuk menggunakan kayu ringan daripada kayu keras (kayu tropis dari hutan alam). "Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemain ekspor utama dalam produk kayu ringan inovatif ke pasar global," kata Arlinda, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional.
Sekilas Mengenai Kayu Ringan Indonesia
Indonesia merupakan salah satu leading country di dunia dalam hal produksi dan ekspor kayu ringan. Tidak hanya itu, Indonesia juga kaya akan sumber bahan baku kayu ringan yang saat ini sangat diminati oleh industri kayu di negara-negara Eropa. Setidaknya ada empat alasan utama kayu ringan Indonesia, umumnya Sengon dan Jabon, memiliki keunggulan dibanding jenis kayu ringan dari negara pesaing seperti Acacia dan Eucalyptus.
Pertama, Indonesia merupakan satu-satunya negara dengan sistem verifikasi legalitas kayu terbaik yang telah diterima oleh EU FLEGT (European Union Forest Law Enforcement, Governance, and Trade) sehingga menjadi faktor yang membuat kayu ringan Indonesia lebih atraktif bagi konsumen di negara Eropa, dan non Eropa lainnya seperti Amerika. Kedua, industri kayu Indonesia telah mentransformasi diri sehingga tidak lagi mengambil kayu dari hutan alam tapi kayu hasil perkebunan yang tidak merusak hutan. Selain itu, pohon Sengon merupakan sahabat alam karena merupakan salah satu tanaman Legum yang mampu menyerap emisi CO2 dan menyalurkannya menjadi nitrogen dalam tanah.
Ketiga, Indonesia telah memiliki perusahaan pioneer yang mampu memproduksi produk kayu ringan yang sangat inovatif sehingga mampu mengangkat positioning industri kayu ringan Indonesia yang diharapkan akan menjadi lokomotif bagi perusahaan kayu lainnya yang skalanya lebih kecil. Keempat, kayu ringan mendukung ekonomi kerakyatan yang memungkinkan rumah tangga di pedesaan mendapatkan penghasilan tambahan dari menanam kayu sengon atau jabon yang dapat dikombinasikan dengan tanaman palawija (tumpangsari).