Senin 22 Oct 2018 23:55 WIB

Peneliti: Media Harus Bisa Jadi Acuan saat Pemilu

Media perlu kembali ke bentuk awal yaitu menyampaikan informasi dan suara rakyat

 peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI Siti Zuhro saat  berdiskusi  yang di selanggarakan Pergerakan Indonesia Maju di  Sekertariat  CDCC, Jakarta, Kamis (6/9).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI Siti Zuhro saat berdiskusi yang di selanggarakan Pergerakan Indonesia Maju di Sekertariat CDCC, Jakarta, Kamis (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Profesor Siti Zuhro mengatakan media arus utama harus dapat menjadi acuan dengan menjaga profesionalitas selama proses Pemilu 2019.

"Media kita, apalagi harus merespons pemilu dan kampanye, harus tetap menjadi sarana sumber berita dipercaya, akurat dan menjadi acuan," kata dia Jakarta, Senin (22/10).

Ia berharap tidak terdapat rasa suka atau tidak suka masyarakat pada suatu media. Terutama karena keterkaitan pemilik media dengan salah satu kubu politik. Alasannya media memiliki tugas menyampaikan informasi.

Kemudian untuk menjadi acuan yang dipercaya masyarakat, menurut Siti Zuhro, diperlukan perjuangan insan pers meluruskan pandangan bahwa media dapat menjadi petunjuk dan acuan yang mencerahkan.

Ia mengingatkan media untuk kembali pada niat awal dibentuknya, yakni keberpihakan menyampaikan informasi dan menyuarakan masyarakat. Secara tataran filosofi, pers Indonesia dinilainya sudah bagus, tetapi secara empiris perlu dipertanyakan.

"Saya sedih, media ini berdiri niatnya apa. Kalau kami PNS diajari, di LIPI saya bekerja untuk negara, abdi masyarakat. Kalau pers itu apa," ucap dia.

Untuk menjalankan peran sistem peringatan dini, kata dia, pers harus profesional, memahami kode etik, berpihak pada keadilan dan tidak bias. 

Siti Zuhro menegaskan masyarakat membutuhkan pembelajaran politik sehingga media dengan partai politik harus dapat mencerahkan masyarakat.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement