REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf menyiapkan strategi khusus menghadapi politik kebohongan. Strategi khusus ini dibahas dalam kegiatan konsolidasi tim itu di Kota Bogor, Jawa Barat, pada Senin (22/10) malam.
"Politik kebohongan harus dilawan, saya banyak mengkaji soal politik hoaks, soal politik kebohongan yang banyak dipraktekkan di beberapa negara," kata Politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko yang juga sebagai tim influence TKN Jokowi-Ma'ruf.
Hasil kajiannya, politik kebohongan banyak dipraktekkan seperti di Amerika, Inggris, Kenya dan saat ini sedang berlangsung di Brasil, apa yang sudah dilakukan dengan pendeketan Cambridge Analytica. "Supaya ini yang kita waspadai, jangan sampai terjadi di Indonesia," katanya.
Menurut Budiman, ia ingin politik kebohongan menjadi perhatian bersama, tidak hanya untuk tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf tetapi seluruh komponen bangsa. Karena lanjutnya, sebenarnya apapun, seakurat apapun seseorang jika selama politik kebohongan belum bisa dilawan maka kebenaran yang pertama menjadi korban.
"Bukan soal Pak Jokowi kalah atau kami kami kalah, yang dikalahkan adalah kebenaran," katanya.
Budiman kembali menekankan isu politik kebohongan bukan hanya perhatian timnya maupun tim Jokowi semata, tetapi menjadi perhatian bangsa terkait kewarasan. Karena menurutnya, luka yang ditimbulkan dari politik kebohongan nantinya akan parah, siapapun yang akan menang kalau lahir dari kebohongan akan diwarisi oleh kebohongan.
"Kalau Pak Jokowi menang, Pak Prabowo menang dengan kampanye kebohongan semua akan diwarisi oleh sebuah bangsa yang kewarasannya sudah dirusak," kata Budiman.
Menurutnya, politik kebohongan merusak bagian dari otak yang LOFC (lateral Orbital frontal cortex) sebuah wilayah di otak yakni kemampuan manusia untuk menyaring informasi secara kompleks. "Kalau otaknya sudah dirusak dengan isu-isu yang sifatnya murahan, recehan, yang kemudian membuat orang malas berfikir rumit, berfikir kompleks, menyaring mana yang benar dan salah," katanya.