REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar), Kejaksaan Tinggi Jabar dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jabar melakukan penandatanganan kesepakatan bersama terkait peluncuran program Jaksa Sahabat Guru, di kantor Kejati Jabar, Jalan LLRE Martadinata 54 Bandung, Selasa (23/10).
Program Jaksa Sahabat Guru yang diiniasiasi oleh Kejati Jabar ini merupakan dukungan terhadap program pemerintah di bidang pendidikan dan guru, serta meningkatkan kinerja dan pengelolaan anggaran pendidikan di Jabar. Dengan begitu, kini guru SD hingga SMU di Jabar yang berjumlah 500 ribu akan didampingi oleh jaksa dalam mengelola keuangan termasuk dana BOS.
Sehingga dapat menghindari peluang terjadinya penyalahgunaan anggaran yang berujung pidana. Jaksa juga nantinya akan berperan memberi perlindungan hukum bagi guru.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Jabar, Ahmad Hadadi, ia menyambut baik program kerja sama ini. Agar, ke depan jangan sampai ada guru bermasalah dengan hukum. Tentu, saat ini yang menjadi perhatian pihaknya berkenaan dengan pengelolaan anggaran. Karena, guru sebenarnya tak disiapkan untuk mengelola anggaran.
"Tapi, karena sekolah skrg menjadi bagus, menerima DAK (dana alokasi khusus), dan juga menerima dana dari masyarakat. Untuk hal itu perlu didampingi oleh kejaksaan sehingga tdk ada masalah-masalah hukum," ujar Hadadi kepada wartawan.
Hadadi mengatakan, untuk teknis kerja sama dengan kejaksaan tersebut, nanti pihaknya akan merumuskan bagaimana SOP (standar operasi prosedur)-nya. Yakni, yang pertama di level dinas Jabar dengan Kejati Jabar. Kemudian, nanti ada turunannya.
"Nah, fokus pendampingannya, yang pertama adalah BOS, kedua DAK, ketiga dana dari masyarakat yang dituangkan dalam bentuk RKAS, itulah yang menjadi dokumen dasar untuk pendampingan," katanya.
Semua prosesnya, kata dia, disepakati dan akan dibuat rumusannya. Sehingga semua menjadi standar. Bahkan, nanti akan dibuatkan Pergubnya (peraturan gubernur) sehingga sistemnya terstruktur.
"Kalau di kami di dinas ada DPA, kalau di sekolah ada RKAS. Dan sengaja memang tak terlalu dibuat jelimet karena fokus guru itu adalah mendidik mengajar. Jangan sampai terjebak oleh masalah-masalah administrasi SPJ dan lain sebagainya," paparnya.
Hadadi menjelaskan, ia berharap ke depan akan ada standar sehingga jangan sampai ada multitafsir. Karena, di sekolah memang ada iuran dan ada sumbangan. Tapi, SPP, sumbangan dan iuran masih ada yang salah tafsir. Padahal, sudah jelas sumbangan itu adalah dasarnya Permendikbud 75/2016 yang dilakukan oleh komite sekolah dalam rangka peningkatan mutu termasuk salah satunya mencari sumbangan.
"Sumbangan bisa dari orang tua murid, bisa dari dunia usaha. Kecuali tak boleh dari perusahaan rokok dan Miras," katanya.
Kedua, kata dia, kalau sekolah hanya sumbernya dana BOS maka tak akan cukup terutama untuk yang ada diperkotaan. Maka, ada iuran tahunan dann ada iuran bulanan.
"Ini bukan sumbangan tapi betul-betul iuran, dasarnya undang-undang sistem pendidikan nasional No 20/2003 dan PP 48/2008," kata Hadadi seraya mengatakan ke depan ia akan membuat indeks terkait nilai iuran tersebut.
Dikatakan Hadadi, dengan adanya kerja sama bersama Kejati ini maka semua institusi sekolah akan merasa lebih aman dan lebih ada kepastian. "Sehingga ketika ada sedikit yang perlu diperjelas kita bisa konsultasi, ketika ada masalah kan kadang-kadang dari LSM dan segala macam. Artinya kita bisa ada pendampingan," paparnya.