REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Insiden pembekaran bendera bertuliskan kalimat tauhid yang identik dengan bendera ormas terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh oknum Banser dalam peringatan Hari Santri Nasional di Garut, Senin (22/10) menuai pro kontra.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra angkat bicara. Dia menilai, pembakaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid itu tidak dimaksudkan untuk membakar kalimatnya itu sendiri.
Dia menduga, ada pihak yang mencoba memprovokasi Banser dengan membawa bendera yang identik dengan HTI. "Karena itu semua pihak agar menahan diri. Sekarang, berbagai pihak, umat, ormas, dan lainnya, harus lebih hati-hati supaya tidak termakan rekayasa adu domba antarumat," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (23/10) malam.
Dia mengakui, di atas kertas kalimat tauhid memang tak boleh dibakar. Namun, ketika kalimat tauhid telah menjadi bendera atau slogan politik, itu urusan lain.
Baca juga, NU Jabar: Ada Penyusup Atribut HTI Meski Ada Larangan
Ia mencontohkan, ketika kalimat syahadat berada di bendera kelompok teroris seperti ISIS, dapat dihancurkan. Atau, kata dia, setidaknya diserahkan ke aparat berwenang.
Ia menyarankan, agar tidak menciptakan kesalahpahaman dan konflik di antara umat Islam di Tanah Air, sebaiknya bendera HTI atau ISIS yang memuat kalimat tauhid diserahkan saja ke pihak berwajib dan jangan dibakar.
Ia juga meminta semua pihak menahan diri. HTI yang sudah terlarang sepatutnya jangan lagi memprovokasi dengan pengibaran benderanya dan penyebaran literaturnya.
“Banser Ansor dan lain-lain jangan terprovokasi dan tidak bertindak sendiri--sebaiknya melaporkan ke Polri,” tuturnya.
Ia mengimbau, masyarakat tak perlu berlebihan untuk menyudutkan Banser, apalagi NU. Menurut dia, masyarakat hanya perlu menyerahkan kasus ini kepada pihak yang berwenang.
"Sudah lah, serahkan ke Polri," ujar dia.