REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakapolri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto menyatakan, polisi masih mendalami unsur pidana dalam kasus pembakaran bendera hitam berlafadz Tauhid pada acara Hari Santri Nasional di Garut, Senin (22/10) lalu. Proses penyelidikan ini berlanjut pada pendalaman motif atau niat pelaku (mens rea) dalam melakukan pembakaran.
"Ada actus reus-nya (unsur fisik perbuatan pidana), ada perbuatan membakar sesuatu. Baru kita lihat sama dia mens-rea nya, niatnya apa sih dia. Nah itu yang masih didalami," kata Ari Dono, Rabu (24/10).
Ari Dono menjelaskan, perbuatan pidana dalam aturan pidana ada unsur-unsur yang tidak bisa ditinggalkan. Unsur itu misalnya unsur kesengajaan, niat dan adanya fisik perbuatan pidana itu sendiri.
Maka itu, untuk menguji unsur pidana, selain melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) polisi akan memeriksa pelaku pembakaran untuk mengetahui motifnya terlebih dahulu. Kemudian, polisi akan meminta keterangan ahli.
"Dari peristiwa ini tentunya kita tidak berangkat sendiri, nanti kita lihat keterangan ahlinya juga," ujar Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri ini.
Sejauh ini, polisi telah memeriksa tiga orang saksi, yakni ketua panitia dan dua pembakar. Dari keterangan tersebut, bendera tersebut dibakar karena dianggap sebagai bendera HTI yang merupakan organisasi terlarang UU.
Pembakaran bendera itu terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Lapang Alun-alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut pada Senin (22/10). Video pembakaran tersebut menjadi viral dan menimbulkan pro dan kontra di kalangan warganet. Kepolisian pun segera melakukan beberapa tindakan. Kepolisian segera berupaya untuk melakukan take down video viral tersebut agar tidak menimbulkan keributan. Kepolisian kemudian melakukan cek tempat kejadian perkara (TKP) dan meminta keterangan dari saksi.