REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menjelaskan siapa yang dimaksud dengan politikus sontoloyo. Politikus sontoloyo adalah politisi yang memakai cara-cara menyebarkan kebencian, mengadu domba, menggunakan isu SARA, dan memecah belah masyarakat untuk menarik perhatian masyarakat.
"Kalau masih memakai cara-cara lama seperti itu, masih politik kebencian, politik SARA, politik adu domba, politik pecah belah, itu yang namanya tadi politik sontoloyo," kata Presiden seusai menghadiri pembukaan Trade Expo Indonesia Ke-33 di Indonesia Convenction Exhibition, Tangerang, pada Rabu (24/10).
Menurut Presiden, pada saat menjelang pemilihan umum, politisi menggunakan sejumlah upaya untuk meraih simpati rakyat, bahkan dengan cara-cara yang tidak sehat. Kepala Negara menjelaskan, lawan-lawan politik kerap menggunakan cara tidak beretika dalam berkampanye.
Dia mengajak para politisi untuk berkompetisi pada masa kampanye pemilu dengan bertanding kebaikan program, gagasan pembangunan, dan adu prestasi, serta rekam jejak. “Ini bukan zamannya lagi menggunakan kampanye-kampanye, misalnya politik adu domba, politik pecah belah, politik kebencian. Sudah bukan zamannya," ujar Jokowi.
Baca Juga:
- Moeldoko: Dana Desa dan Kelurahan Bukan untuk Sogokan
- PKS: Perlu Kajian Mendalam terhadap Dana Kelurahan
- Soal Dana Kelurahan, Fadli Zon: Kenapa tak dari Dulu
Pada Selasa (23/10), saat penyerahan sertifikat hak atas tanah kepada masyarakat Jakarta di Lapangan Ahmad Yani, Jokowi menyebutkan kata sontoloyo ketika merespons pro dan kontra terkait dana kelurahan. Jokowi mengaku heran rencana pemerintah untuk mengalokasikan dana kelurahan dihubung-hubungkan dengan agenda politik.
"Bukan hanya di desa saja yang ada dana desa, tapi kelurahan juga membutuhkan (dana) untuk memperbaiki selokan, memperbaiki jalan di kampung-kampung, sehingga tahun depan akan ada dana kelurahan, tapi kok ramai? Saya juga heran," kata Jokowi.
Presiden mengatakan, sekarang ini komitmen pemerintah untuk masyarakat kerap dihubungkan dengan politik. Padahal, ia mengatakan, kehidupan bukan melulu hanya politik.
Presiden mengakui, hal tersebut adalah kepandaian para politikus untuk memengaruhi masyarakat. "Hati-hati saya titip ini, hati-hati. Hati-hati banyak politikus yang baik-baik, tetapi juga banyak politikus yang sontoloyo," ucap presiden.
Presiden mengingatkan masyarakat jangan terpengaruh oleh politikus yang hanya memanfaatkan untuk kepentingan sesaat dengan mengorbankan persatuan, persaudaraan, dan kerukunan bangsa.
Juru Bicara TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding.
Sekjen Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni memaknai pernyataan soal politisi sontoloyo muncul karena Jokowi marah nasib rakyat dipermainkan. “Pak Jokowi marah jika nasib rakyat dipermainkan oleh pihak manapun, termasuk para politisi. Pak Jokowi akan 'pasang badan' bila kepentingan rakyat diganggu," ujar Antoni, di Jakarta, Rabu.
Antoni mengatakan, Presiden Jokowi adalah politisi yang santun. Selama ini, ia menilai, Jokowi tidak pernah marah meski sudah berkali-kali dihina, dicaci, dan difitnah secara personal.
Namun, ketika ada pihak-pihak yang mempermainkan nasib rakyat, Presiden akan marah. “kita boleh beda kepentingan politik, tapi kalau ada kebijakan baik yang berorientasi untuk kepentingan rakyat, kita harus bersatu. Berhenti 'nyinyir'. Berhenti menjadi politisi 'sontoloyo'," kata Antoni.
Baca Juga: Sandiaga: Elektabilitas Kami Terus Mengejar Jokowi-Ma'ruf
Menurut Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Abdul Kadir Karding, pernyataan Jokowi tentang politisi sontoloyo tidak bisa hanya diterjemahkan pada satu momen. Ia mengatakan, pernyataan itu bagian dari rangkaian pesan-pesan dia kepada politisi.
Karding mengungkapkan, beberapa pernyataan yang terkait dengan politikus sontoloyo, misalnya politik kebohongan, politik asal ngomong berdampak negatif, politik menghalalkan segala cara, hingga politik SARA. Termasuk, ia mengatakan, kritikan presiden terhadap politisi yang hanya turun menjelang pemilu.
"Semua pernyataan Presiden saya kira tidak datang spontan dan tidak tanpa sebab. Saya kira ujung atau puncaknya pernyataan politisi sontoloyo itu," kata Karding di Jakarta, Rabu (24/10).
Menurut Karding, Jokowi melontarkan istilah itu setelah melihat perilaku politisi yang menyebabkan politik sekarang ini cenderung mengalami kemunduran. Ia mengatakan, hal tersebut berimbas pada kualitas politik dan demokrasi.
Karding menambahkan, Presiden mengatakan fenomena ini harus dicegah agar politik Indonesia kembali ke rel yang benar, berkualitas, dan muruahnya terjaga. Dia melanjutkan, pilpres harus menjadi instrumen memperbaiki demokrasi, mendidik, memilih pemimpin yang baik pula.
Karena itu, menurut Karding, Presiden ingin agar politisi mengampanyekan hal-hal positif, politik yang mengedukasi, dan tidak hanya berkampanye ketika menjelang pemilu atau pilpres.
"Tentu, yang disindir adalah siapa saja yang melakukan semua atau salah satu dari yang sebut di atas. Saya tidak persis siapa yang ditunjuk hidung oleh Presiden, tetapi publik tahulah itu," ujar Karding.
Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Salahudin Uno (tengah) berfoto bersama warga saat berkampanye di Pasar Harjosari, Bawen, Kabupaten Semarang, Rabu (24/10).
Narasi imbauan untuk menghindari adu domba bukan hanya diutarakan oleh Jokowi dan tim kampanye nasionalnya. Calon wakil presiden nomor urut 2 Sandiaga Uno meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi.
Sikap tenang dan tak mudah terprovokasi menunjukkan masyarakat tidak mudah diadu domba. Sandiaga mengutarakan hal itu ketika menanggapi aksi pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid di Garut, Jawa Barat.
Sandi juga meminta agar masyarakat menyerahkan permasalahan ini kepada pihak yang berwenang untuk menangani dan mengusut tuntas persoalan ini. Ia mengharapkan agar proses hukum dapat berlangsung dengan adil tanpa menimbulkan friksi lebih lanjut di masyarakat.
Sikap tidak mudah diadu domba dan penegakan hukum penting untuk memastikan keamanan. “Semoga suasana tetap kondusif selama proses hukum berlangsung,” ujar dia di sela safari kampanye yang dilaksanakan di Pasar Projosari, Desa Harjosari, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (24/10).
Sandi mengingatkan kepolisian juga bertugas menjaga ketenangan masyarakat. “Harapan kita, suasana di tengah-tengah masyarakat pun tetap bisa kondusif,” kata dia.