Rabu 24 Oct 2018 18:05 WIB

Pendidikan Sejarah Muhammadiyah Harus Dipanggungkan

Pelajaran itu disampaikan dalam bentuk dramaturgi.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yusuf Assidiq
Menteri  Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada saat memberikan pengarahan pada acara Event Sejarah berupa Seminar dengan tema 'Menggali, Mengembangkan dan Menanamkan Nilai-nilai Sejarah Pendidikan Muhammadiyah sebagai Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter', di Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Foto: Neni Ridarineni.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada saat memberikan pengarahan pada acara Event Sejarah berupa Seminar dengan tema 'Menggali, Mengembangkan dan Menanamkan Nilai-nilai Sejarah Pendidikan Muhammadiyah sebagai Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter', di Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Saat ini, banyak sekolah Muhammadiyah belum memberikan pelajaran mengenai sejarah perjuangan dan gerakan Muhammadiyah. Pelajaran Al Islam Kemuhammadiyahan memang ada, akan tetapi sifatnya sangat formal dan statis.

"Misalnya saja Muhammadiyah dalam angka, Muhamamdiyah dalam kata, dan Muhammadiyah dalam kalimat, tidak melihat Muhammadiyah dalam narasi sebagai gerakan modern, atau gerakan Islam di Indonesia yang sedikit banyak mewarnai perjalanan Islam di Indonesia," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Rabu (24/10).

Ia lantas mengutip keprihatinan tokoh pendidikan Muhamamadiyah, Abdul Malik Fadjar, terkait soal-soal ujian pelajaran Al-Islam Kemuhammadiyahan. Salah satu contoh, dalam soal pilihan ganda, ditanyakan siapa pendiri Muhammadiyah.

Pilihan jawabannya antara lain Ahmad Rais, Dahlan Rais, KH Ahmad Dahlan, dan lainnya. Menurutnya, model soal-soal semacam itu sangat tidak mencerdaskan.

"Maka itu, saya mohon apabila guru-guru Al islam Kemuhamamdiyahan kalau masih membuat soal-soal itu, dihapus saja. Sehingga, penting sekali agar guru-guru Al Islam Kemuhammadiyahan yang mengajar di perguruan-perguruan Muhammadiyah harus paham sejarah Muhammadiyah,” katanya.

Selainn itu, Muhadjir menegaskan, dirinya sudah lama menyampaikan agar pelajaran Al Islam dan Kemuhammadiyahan juga memanggungkan sejarah Muhamamdiyah. Pelajaran itu disampaikan dalam bentuk dramaturgi dan harus dikembangkan sekolah Muhammadiyah dari SD sampai perguruan tinggi.

“Tidak mungkin anak SD diberi pelajaran kemuhammadiyahan kemudian imajinasinya terbimbing dengan baik.  Kalau anak SD disuruh main drama misalnya tentang Nyai Dahlan dalam peristiwa tertentu, justru akan tertanam dengan baik dan itulah pendidikan sejarah sesungguhnya yang dipanggungkan," jelasnya.

Sementara itu, menurut Ketua Panita Event  Sejarah Muhammdiyah, Hendro Sucipto, kegiatan yang diselenggarakan Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah  (PDM) Kabupaten Sleman ini  berlangsung dalam lima rangkaian. Pertama, Tour de Muhammadiyah dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah Muhamamdiyah di era kelahiran awal pendirian persyarikata Muhammadiyah.

Kedua, pelatihan penulisan sejarah yang didampingi tim redaksi Suara Muhammadiyah, ketiga, lomba drama ketokohan Muhammadiyah, keempat, pameran kaleidoskop pendidikan yang diikuti SMP, SMA/SMK Muhammadiyah se Sleman, Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah, dan Suara Muhammadiyah.

Selanjutnya, kelima, seminar sejarah dengan tema 'Menggali, Mengembangkan, dan Menanamkan Nilai-nilai Sejarah Pendidikan Muhammadiyah sebagai Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter'.

Ketua Majelis Dikdasmen PDM Kabupaten Sleman Suwadi mengatakan kegiatan event sejarah yang diselenggarakan ini memiliki makna penting dalam pengembangan dan penanaman nilai-nilai sejarah berbasis penguatan pendidikan karakter.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement