REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo meminta para tokoh agama dan tokoh masyarakat agar terus menyampaikan kepada umat bahwa Indonesia merupakan negara besar dengan keberagaman. Harapannya, umat menyadari hal tersebut sehingga tidak ada perpecahan.
"Inilah fungsi tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat untuk terus memberitahukan kepada umatnya, agar sadar betul negara ini negara besar dengan keberagaman," kata Presiden Jokowi, saat membuka pertemuan pemimpin gereja dan rektor/ketua perguruan tinggi agama Kristen seluruh Indonesia, di Istana Negara Jakarta, Rabu (24/10).
Ia menyebutkan Indonesia memiliki 714 suku dengan 17.000 pulau, memiliki sekitar 1.100 bahasa, memiliki 514 kota dan kabupaten serta 34 provinsi. "Penduduk di sekolah ini sekarang sudah 260 juta dan kita ini diberkati oleh Tuhan dengan keberagaman, perbedaan-perbedaan, warna-warni. Sebetulnya udah selesai masalah kebinekaan, sudah rampung," katanya.
Kepala negara menyebutkan sejak merdeka hingga saat ini sebenarnya masalah keberagaman sudah selesai. Ia mengatakan sudah ada kesepakatan di antara para founding fathers atau para pendiri bangsa ini.
"Sejak awal sampai sekarang, sebetulnya nilai kita itu sudah A, masalah keberagaman sudah rampung, negara lain melihat kita terkagum-kagum," katanya lagi.
Bahkan, menurut dia, tidak pernah ada yang mempermasalahkan keberagaman itu. “Tapi gara-gara pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden. Nah ini dimulai dari sini, sebetulnya dimulai dari urusan politik yang sebetulnya setiap 5 tahun itu pasti ada," katanya.
Ia menyebutkan adanya politik tidak beradab yang tidak beretika, yang tidak bertata krama Indonesia. Ia mengatakan cara tak beradab seperti politik adu domba, memfitnah, dan memecah belah hanya untuk merebut sebuah kursi.
“Sebuah kekuasaan semuanya dihalalkan. Nah dimulai dari sinilah sehingga muncul sedikit masalah," katanya lagi.
Ia mengaku kondisi itu yang menyebabkan dirinya sempat kelepasan dengan menyampaikan adanya politikus sontoloyo. "Jengkel saya, saya itu enggak pernah pakai kata-kata seperti itu, karena sudah jengkel ya keluar. Saya itu biasanya bisa ngerem, tapi kalau udah jengkel ya gimana," katanya.
Kepala Negara juga menyebutkan bahwa letupan kecil dalam negara yang beragam seperti Indonesia dapat membahayakan. "Karena itu, apa pun selalu saya sampaikan untuk segera diselesaikan kalau ada letupan-letupan kecil," katanya pula.
Menurut dia, kalau ada pemilihan bupati, pemilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden, dengan calon yang sudah ada, maka lihat programnya, rekam jejak dan prestasinya.
"Setiap kontestasi politik seharusnya merupakan adu program, adu ide, adu gagasan, adu rekam jejak. Bukan adu fitnah, adu saling mencela, bukan adu hoaks, bukan itu. Itu akan mengundurkan kita ke belakang. Tidak mematangkan dan mendewasakan kita dalam berdemokrasi," kata Jokowi.