Kamis 25 Oct 2018 09:13 WIB

Obama dan Hillary Diancam Bom, Politikus Serang Donald Trump

Ujaran kebencian Donald Trump dituduh menjadi pemicu serangkaian teror bom.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Politikus dari partai oposisi serang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump setelah ada serangkaian ancaman bom yang diarahkan kepada mantan Presiden AS Barack Obama, Mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, dan stasiun televisi CNN. Politikus dari Partai Demokrat menuduh ujaran kebencian yang dilakukan Trump selama beberapa tahun yang memicu serangkain teror bom ini.

"Selama bertahun-tahun, Donald Trump sudah meminta pengkritiknya di penjara dan menyuarakan kekerasan terhadap jurnalis, bahaya ekstremis kanan tidak bisa diabaikan dan harus lebih banyak lagi perhatian yang diberikan kepada mereka dibandingkan sebelumnya," kata anggota parlemen AS dari Partai Demokrat Bill Pascrell, Kamis (25/10).

Tidak ada bom yang meledak yang dikirimkan ke rumah Clinton, Obama, dan CNN. Sebelumnya, pengusaha dan filantropis liberal George Soros juga mengalami ancaman bom yang sama.

Selama kampanye presiden Trump selalu meminta para pendukungnya untuk menyerukan 'penjarakan dia' sebagai ancaman penjara terhadap Hillary Clinton. Trump juga mendukung teori konspirasi yang menyatakan Soros memiliki peran dalam mempengaruhi politik AS. Ia juga kerap kali mengatakan CNN sebagi penyebar berita bohong.

Politisi baik dari Partai Demokrat dan Republik menggunakan ancaman dan ungkapan bernada keras dalam perpolitikan mereka sehari-hari. Politisi Republik mengkritik lawan mereka dan aktivis perempuan sebagai kerumunan yang mengganggu ketertiban. Kritik itu terjadi saat mereka melakukan demonstrasi menentang pengangkatan Brett Kavanaugh pelaku pemerkosaan sebagai hakim Mahkamah Agung.

Pendukung Partai Demokrat juga berdemonstrasi di depan restoran Amerika Latin ketika politisi Partai Republik sedang makan malam. Demonstrasi itu sebagai bentuk protes mereka terhadap kebijakan pemisahan anak-orang tua imigran gelap.

Sebuah jejak pendapat di AS menemukan kemarahan warga atas berbagai kebijakan Trump dan pemerintahannya akan mendorong Demokrat untuk mendapatkan lagi kekuasaan mereka pada pemilu jeda 6 November mendatang. Sementara itu, Trump sudah mengutuk ancaman teror bom terhadap dua petinggi Partai Demokrat.

"Tindakan atau ancaman kekerasan politik dalam bentuk apapun tidak memiliki tempat di Amerika Serikat, kami sangat marah, kesal, tidak senang dengan apa yang kami saksikan pagi ini dan kami usut tuntas sampai ke dasar,” kata Trump di Gedung Putih.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement