REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki tanggal 26 Oktober 2016, masa tanggap darurat di Sulawesi Tengah (Sulteng) akan berakhir dan akan masuk ke tahap transisi menuju tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Untuk itu, pemerintah akan merencanakan kegiatan, perlakuan, pendanaan, bantuan-bantuan luar negeri seperti apa yang dibutuhkan ke depannya.
"Ini butuh kita rapatkan, jangan sampai nanti kita memutuskan tanggap darurat selesai dan masuk transisi, tapi kegiatannya masih kegiatan tanggap darurat," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (25/10).
Ia menambahkan, karena bencana di Sulteng bukan termasuk bencana nasional, maka tanggung jawab dalam tahapan selanjutnya ini menjadi tugas pemerintah daerah. Pemerintah pusat, kata dia, akan melakukan pendampingan dengan perangkat-perangkat terkait yang dimiliki oleh pemerintah pusat.
"Besok saya akan mengadakan rapat lengkap di Sulteng, dengan pemerintah daerah agar ada keharmonisan dalam perubahan-perubahan tahapan ini," jelas dia.
Ada beberapa hal yang dibicarakan dalam rapat yang ia lakukan hari ini di kantornya bersama dengan kementerian dan lembaga terkait. Di antaranya bantuan yang masih diperlukan pengungsi di sana, seperti kebutuhan air bersih, hunian sementara (huntara), pemberian jaminan hidup, fasilitas pendidikan, dan kesehatan.
Untuk huntara, Wiranto menjelaskan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menjanjikan pertengahan Desember 2018 mendatang 1.200 barak huntara akan selesai dikerjakan. Jumlah tersebut, sudah termasuk bantuan-bantuan tenda yang diberikan oleh negara-negara sahabat, yang kualitasnya setara dengan huntara yang akan dibangun Kementerian PUPR.
Saat ini, pemerintah juga tengah menyusun masterplan pembangunan Palu dan sekitarnya. Dalam membuat masterplan itu, Badan Perencanaan Nasional turut dilibatkan untuk menerjunkan tim ahli mereka yang paham soal pengantisipasian kemungkinan adanya tanah yang tidak stabil di sana.
"Ada juga kegiatan untuk menormalkan pendidikan anak-anak kita. Kita sepakat, anak-anak didik kita setelah terkena musibah jangan sampai terkena musibah dua kali, mereka terlambat belajarnya, ujiannya, sehingga merugikan mereka," katanya.
Melihat itu, pemerintah akan membangun tenda-tenda darurat untuk sekolah yang bisa menampung para pelajar di sana. Sementara ini, ujar Wiranto, tenda-tenda sudah terpasang sekira 80 persen dan pelajar sudah mulai masuk untuk belajar, meski belum benar-benar masuk ke dalam sistem belajar-mengajar yang semestinya.
"Masih dalam batas untuk pemulihan psycho traumatic yang mereka hadapi. Sehingga berangsur-angsur nanti mereka bisa kembali pulih," ujar Wiranto.
Selain itu, masih di sisi pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga ia sebut akan memberikan perlakuan khusus bagi anak-anak yang terdampak bencana tersebut. Akan ada peraturan menteri khusus untuk mengatur bagaimana mereka bisa melaksanakan ujian dengan tidak kesulitan.
"Bahkan sudah ada satu keputusan menteri nanti untuk mereka-mereka itu yang terkena musibah masuk sekolah apa pun harus diterima tanpa syarat," jelasnya.
Masih terkait dengan pendidikan, Wiranto menerangkan, Menteri Agama juga sudah menyampaikan akan memulihkan kembali 310 kelas madrasah di Sulteng. Saat ini, pemulihan kelas-kelas tersebut sudah berangsur dilakukan.
Terkait dengan kesehatan, rumah sakit (RS) sementara dan lapangan, seperti KRI dr Soeharso 990, akan ditarik kembali karena sudah menyelesaikan tugas mereka. Para pasien pun akan dipindahkan ke RS yang sekarang ini sudah bisa kembali aktif.
Masalahnya yang timbul kemudian, adalah soal pendanaannya biaya perawatan tersebut. Terlebih, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS ) tidak mengatur soal korban-korban bencana. Persoalan tersebut pun turut dibahas dalam pertemuan tersebut.
"Pada masa transisi ini bagaimana kita bisa memverifikasi mereka, validasi data mereka. Sehingga bisa masuk nanti penerimaan bantuan iuran, nanti akan dicoba dengan cara itu. Sehingga mereka tidak terlantar, tetap dapat dijamin kesehatan mereka," tuturnya.