REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong kemudahan distribusi pangan untuk efisiensi tata niaga pangan. Pasalnya, tata niaga pangan yang panjang membuat harga menjadi mahal karena terakumulasi dari marjin keuntungan pelaku rantai pasok.
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Agung Hendriadi mengatakan, Kementan berupaya memangkas panjangnya rantai pasok. Salah satunya dengan mengembangkan Toko Tani Indonesia (TTI).
"Melihat permasalahan tersebut, sejak tahun 2016 hingga kini kami kembangkan Toko Tani Indonesia (TTI) untuk mengendalikan pasokan dan harga pangan," kata Agung dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.
Kementan kemudian mengembangkan tantangan perdagangan e-commerce TTI. Hal itu dilakukan untuk memudahkan aksesibilitas masyarakat terutama perkotaan di wilayah Jabodetabek dalam memperoleh pangan hingga di tempat, pada awal tahun 2018 telah dikembangkan aplikasi e-commerce TTI.
Tujuan pengembangan aplikasi e-commerce adalah efisiensi pengelolaan distribusi beras, meningkatkan kapasitas kontinuitas pasokan pangan melalui TTI, memudahkan pembangunan data base (pola panen dan pola konsumsi) dan ke depan akan dikembangkan lebih luas dengan melibatkan langsung masyarakat sebagai konsumen akhir.
Dibandingkan dengan transaksi konvensional, transaksi e-commerce memberikan beberapa kemudahan dilihat dari proses pemesanan lebih cepat, pasokan beras lebih terjamin, validitas data lebih akurat serta terinformasinya lokasi TTI yang dapat diakses masyarakat.
Melalui layanan online berbasis aplikasi ini, TTI sebagai outlet dapat memesan beras segar langsung kepada Gapoktan. Meski pun belum sampai setahun, antusias Gapoktan dan TTI di Jabodetabek untuk menggunakan e-commerce TTI cukup pesat, tercatat sebanyak 291 Gapoktan dan 1.140 TTI ikut dalam e-commerce, dengan transaksi penjualan beras segar mencapai Rp 7,23 Milyar.
Sebagai layanan perdagangan barbasis online, sistem e-commerce TTI meliputiberbagai hal kegiatan TTI mulai dari informasi lokasi gapoktan pemasok dan TTI di Jabodetabek, transaksi Gapoktan kepada TTI, transaksi harga di tingkat TTI, dan lain sebagainya, bahkan kedepan informasi tersebut bisa dijadikan business market intelligent.
Terobosan pemerintah melalui kegiatan TTI secara e-commerce ini merupakan salah satu instrumen pokok dari kebijakan stabilisasi harga pangan nasional yang saling berkolaborasi dengan kegiatan stabilisasi harga pangan lainnya, yang dalam jangka panjang menjadi solusi permanen dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan.
Agung menambahkan, strategi yang dilakukan pada TTI adalah mengendalikan pasokan menjadi 3-4 pelaku yaitu petani, gapoktan, TTI, dan konsumen.
Model bisnis TTI yang tersebar di 31 provinsi saat ini masih fokus pada komoditas beras, cabai merah, dan bawang merah yang kedepannya dapat berkembang menjadi bahan pangan lainnya.
"Beras menjadi alasan utama untuk dipasarkan, karena setiap hari hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia mengkonsumsi pangan pokok ini," tambah Agung.
Secara umum kegiatan TTI mendapat sambutan hangat dari masyarakat, terutama dari kalangan menengah kebawah karena beras yang dijual ke konsumen relatif terjangkau dan berkualitas yaitu di kisaran Rp 8.500-8.800/kg di seluruh Indonesia. Kegiatan TTI ini telah melibatkan 1.399 Gapoktan sebagai pemasok bahan pangan, yang didalamnya terlibat 125.910 petani dan 3.655 TTI sebagai outlet dalam memasarkan produk petani.