REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian melakukan pendalaman jejak digital pembawa bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid, Uus Sukmana (34), yang berujung pembakaran bendera itu pada peringatan Hari Santri Nasional di Garut, Senin (22/10) lalu. Uus diketahui sempat mengganti ponselnya, dua hari pascainsiden pembakaran bendera terjadi dan viral di media sosial.
"Ganti HP (telepon genggam) baru tanggal 24 Oktober 2018, mungkin setelah tau itu ramai-ramai (pembakaran bendera) dia langsung ganti," kata Kabareskrim Polri Komjen Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/10).
Arief mengatakan, belum diketahui apakah Uus merupakan simpatisan atau bahkan merupakan anggota ormas tertentu. Pendalaman jejak digital yang dilakukan polisi itu untuk mengungkap adanya keterlibatan Uus dalam ormas tertentu. Terlebih, lanjut Arief, bendera yang dibakar, berdasarkan Identifikasi polisi dan keterangan Uus, bendera itu merupakan bendera Hizbut Thahrir Indonesia (HTI).
"Kami masih melakukan pemeriksaan terus, masih berlangsung," kata Arief.
Dalam kasus ini, kepolisian mengaku telah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh mulai dari perencanaan acara Hari Santri Nasional di Garut hingga terjadinya insiden pembakaran bendera pada saat acara tersebut usai, Senin (22/10) lalu. Polisi menyatakan tidak ada unsur pidana dalam pembakaran itu.
Tidak adanya unsur pidana, karena polisi menyebut pelaku tidak memiliki niat jahat yang dilakukan pelaku. Pelaku membakar bendera karena menganggap bendera hitam bertuliskan lafadz Tauhid itu sebagai bendera Hizbut Thahrir Indonesia (HTI), organisasi terlarang UU.
Sedangkan pembawa bendera, Uus menjadi incaran pendalaman oleh pihak kepolisian. Pasalnya, aturan acara Hari Santri Nasional di Garut itu tidak memperolehkan adanya bendera selain merah putih.
"Tindakan pembakaran ini karena adanya seseorang yang mengibarkan di upacara resmi di hari santri itu. Kalau seandainya saudara Uus ini tidak mengibarkan maka tidak akan terjadi," kata Arief.
Uus belum ditetapkan sebagai tersangka. Namun Uus bisa terancam pasal 174 KUHP tentang mengganggu rapat umum dengan ancaman maksimal hukuman penjara selama tiga pekan.