REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina dan Jepang sepakat memperkuat hubungan bilateral. Hal itu diumumkan setelah Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berkunjung ke Beijing dan bertemu Perdana Menteri Cina Li Keqiang pada Jumat (26/10).
Saat menggelar konferensi pers bersama, Abe mengatakan saat ini hubungan bilateral antara Jepang dan Cina telah memasuki fase baru. "Dari kompetisi hingga koeksistensi, hubungan bilateral Jepang dan Cina telah memasuki fase baru. Bergandengan tangan dengan Perdana Menteri Li, saya ingin memajukan hubungan kami," ujarnya.
Abe berpendapat, sebagai negara yang bertetangga, penguatan hubungan bilateral memang perlu dilakukan. "Kita tetangga, kita adalah mitra yang bekerja sama satu sama lain. Kita harus menghindari menjadi ancaman untuk satu sama lain," ucapnya, dikutip laman South China Morning Post.
Pernyataan Abe itu disambut positif oleh Li. "Kami berdua merasa ada kepentingan bersama untuk mempertahankan hubungan Cina-Jepang dalam jangka panjang yang stabil, yang juga bermanfaat bagi stabilitas kawasan," kata Li.
Ia mengatakan, Cina bersedia meningkatkan dialog tingkat tinggi dengan Jepang. Kedua negara, ujar Li, juga sepakat tidak saling mengancam dan mengarahkan agresi terhadap satu sama lain. "Kita perlu memiliki cara yang konstruktif untuk menghilangkan segala jenis friksi atau konflik antara kedua negara," ucapnya.
Kendati demikian, menurut Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yasutoshi Nishimura, saat berdiskusi dengan Li, Abe sempat menyatakan perbaikan hubungan bilateral antara Jepang dan Cina tidak akan terealisasi bila tidak ada stabilitas di Laut Cina Timur.
Cina dan Jepang diketahui sempat bersitegang akibat sengketa batas wilayah dan kepulauan di Laut Cina Timur. Namun Jepang telah berupaya menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalur diplomatik. Hal itu tampak ketika Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono mengunjungi Beijing pada Januari lalu. Kunjungan itu secara khusus diagendakan guna membahas perselisihan klaim di Laut Cina Timur.