REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan petani tembakau meminta pemerintah mengkaji ulang aturan mengenai simplifikasi tarif cukai tembakau. Aturan yang menggabungkan golongan sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) dinilai dapat merugikan petani sebagai penjual tembakau.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji mengatakan, simplifikasi tarif cukai tembakau yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 146/2017, perlu mempertimbangkan dan memperhatikan dampak secara keseluruhan, baik terhadap petani tembakau maupun industri kretek nasional.
"Kami ingin kebijakan tersebut dikaji ulang dengan memperhatikan masukan semua kalangan terkait," kata Agus, Jumat (26/10).
Merujuk kajian APTI, simplifikasi tarif cukai tembakau berpeluang berdampak langsung terhadap petani tembakau. Selain itu, dapat menurunkan penerimaan negara dari cukai rokok.
“Simplifikasi tarif cukai akan mematikan industri kretek nasional yang merupakan penyerap tembakau petani lokal bahkan nasional,” tegas Agus.
Penyederhanaan tarif menjadi 5 layer akan mengakibatkan pabrikan nasional menengah dan kecil berpotensi gulung tikar. Pasalnya, mereka tidak sanggup bersaing dengan pemain besar.
Selain itu, penggabungan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) Golongan 1A dan 1B juga akan memberangus SKT produk pabrikan.
"Soalnya, kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) yang terlalu tinggi akan sangat mempengaruhi keberlangsungan pabrikan menengah dan kecil, karena konsumen mereka sangat sensitif terhadap kenaikan harga," katanya.
Menurut Agus, dampak kebijakan simplifikasi tarif cukai lainnya adalah meningkatkan penggunaan bahan baku impor.