REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Prof. Jimly Asshiddiqie memperkenalkan empat cara pandang kebangsaan kepada umat agama Khonghucu dalam Seminar Kebangsaan bertajuk 'Perkokoh Persatuan Bangsa dan Kerukunan Hidup Beragama dengan Menghormati Kebhinekaan' di Kelenteng Kong Miao, TMII, Jakarta Timur, Sabtu (27/10).
Jimly berharap empat cara pandang kebangsaan itu bisa dicerminkan dalam kebijakan bernegara dan dalam pemerintahan. "Ada empat cara pandang kebangsaan yang saya mau perkenalkan, satu pluralisme, dua inklusivisme, universalisme, yang keempat indentitas konstitusional atau constitutional identity yang disepakati bersama dalam kerangka organisasi negara bangsa," ujar Jilmy dalam seminar yang diselenggarakan oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) tersebut.
Pertama, mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan tentang cara pandang pluralisme. Menurut dia, pada kenyataannya Indonesia adalah negara yang plural, sehingga dengan cara pandang ini perbedaan seharusnya tidak lagi dipersoalkan di Indonesia. "Pluralnya kita ini di atas pluralitas semua bangsa di dunia, baik itu rasnya, sukunya, bahasanya, ataupun agama," ucap Jilmy di depan ratusan umat Khonghucu.
Terkait dengan inklusivisme, Jimly menjelaskan, cara pandang tersebut dimaksudkan untuk membangun hubungan yang lebih terbuka terhadap sesama, tanpa melihat latarbelakang suku, ras, agama, ataupun golongan. Menurut dia, pembauran sangat penting di lingkungan masyarakat, sekolah, tempat kerja, hingga dunia politik.
"Inklusivisme ini kunci kemajuan peradaban masa depan. Jadi salah satu ciri bangsa berhasil kalau dia mengorganisasikan diri, sinergi dalam organisasi secara inklusif," kata Jimly.
Sementara itu, terkait cara pandang universalisme, Jimly mengungkapkan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, nilai-nilai yang sama menjadi kunci untuk menyatukan. Karena itu, Jimly mengajak kepada semua pihak untuk tidak mencari-cari perbedaan satu sama lain.
"Universalisme ialah kita akan menemukan nilai-nilai universal yang sama antar umat manusia, itu bisa datang dari luar, bisa datang dari kampung halaman sendiri. Universal, segala sesuatu yang bisa buat kita ini sama, menyatukan kita," jelasnya
Kemudian, Jimly menjelaskan cara pandang yang terakhir yaitu tentang indentitas suatu bangsa. Dalam hal ini, Jimly menekankan tentang pentingnya mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. "Yang terakhir, kita harus bersepakat dengan kita punya indentitas. Jadi jangan pula kita hanya universal-universal tapi gak punya identitas, gak punya ciri khas. Kita punya yang namanya constitution identity," kata Jimly.