REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo mengecam keras tindakan Pemerintah Arab Saudi yang telah mengeksekusi mati buruh migran Indonesia, Tuty Tursilawati, Senin (29/10). Parahnya lagi, eksekusi mencabut nyawa itu dilakukan tanpa notifikasi atau pemberitahauan kepada pemerintah Indonesia
"Situasi tersebut memperlihatkan bahwa ketertutupan informasi adalah upaya untuk menutup-nutupi berbagai pelanggaran hak asasi manusia di Saudi, terutama hak asasi yang paling dasar, hak atas kehidupan," jelas Wahyu dalam pesan singkatnya, Selasa (30/10).
Oleh karena itu, Migrant Care mendesak Pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah diplomasi yang signifikan untuk memprotes Saudi Arabia. Karena, kata Wahyu, mereka tetap tidak berubah terkait dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kepatuhan pada tata krama diplomasi internasional mengenai Mandatory Consular Notification.
"Migrant Care mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo untuk benar-benar serius merespons situasi seperti ini," tambahnya.
Kemudian, pada saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Saudi, Presiden Joko Widodo meminta Arab Saudi memberikan perlindungan pada buruh migran Indonesia dan serius menuntaskan kasus Khashoggi. "Ternyata permintaan tersebut diabaikan Arab Saudi dengan tindakan eksekusi terhadap Tuty Tursilawati bahkan tanpa memberikan konsultasi," keluhnya.
Maka dengan demikian, Wahyu meminta agar Presiden Joko Widodo harus membatalkan MoU RI-Saudi tentang penempatan one channel system ke Saudi. Riyadh terbukti tidak memenuhi syarat dan ketentuan tentang perlindungan hak asasi Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran.
"Sebagaimana yang dipersyaratkan dalam dokumen yang ditandangani Menaker RI dan Menaker Saudi Arabia," tutupnya.