REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petinggi Lippo Group James Riady mengaku dicecar 59 pertanyaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemeriksaan sebagai saksi suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ia pun menyatakan akan kooperatif jika nantinya KPK membutuhkan keterangannya kembali dalam kasus Meikarta itu.
"Selanjutnya saya akan terus kooperatif dan mendukung KPK dalam tugasnya dan setiap saat pun saya bersedia untuk memberikan pernyataan lagi," kata James usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/10).
KPK pada Selasa memeriksa James sebagai saksi untuk sembilan tersangka dalam penyidikan kasus suap tersebut. James menerangkan dalam kapasitas pribadi, ia memberikan pernyataan untuk menjawab 59 pertanyaan.
"Mencakupi segala hal dan saya memberikan semua itu dengan penuh kooperatif dan mendukung KPK dengan prosesnya. Saya sungguh apresiasi sikap KPK itu yang begitu profesional dan ramah itu, saya sangat apresiasi," kata James yang diperiksa sekitar 9 jam itu.
Lebih lanjut, James pun menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui dan terlibat dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta tersebut. "Izinkan juga saya menyampaikan saya pribadi tidak mengetahui dan tidak ada keterlibatan kasus suap yang di Bekasi yang sedang dibicarakan. Itu saja saya bisa memberikan pernyataan dan selanjutnya silakan bertanya dengan KPK," ujar James.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan sembilan tersangka, yaitu konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin (NNY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam.