Rabu 31 Oct 2018 11:31 WIB

Ditekan Kasus Khashoggi, Adik Raja Salman Kembali ke Saudi

Kepulangan Pangeran Ahmed dinilai menjadi manuver signifikan Kerajaan Saudi.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
 Raja Salman bersama putranya Mohammad Bin Salman
Foto: AP/Hassan Ammar
Raja Salman bersama putranya Mohammad Bin Salman

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Seorang anggota senior keluarga kerajaan Saudi memutuskan untuk kembali ke Riyadh pada Selasa (30/10). Pangeran Ahmed bin Abdulaziz yang merupakan adik Raja Salman kembali ke Riyadh dari London. Ia menghabiskan masa pensiunnya selama enam tahun terakhir dan sering berada di London.

Kembalinya pangeran Ahmed merupakan langkah signifikan dalam kerajaan sejak kasus pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi. Dilansir New York Times, Rabu (31/10), sumber terdekat pangeran Ahmed mengatakan kembalinya pangeran Ahmed terjadi di tengah-tengah serangan internasional terhadap kerajaan setelah kematian  Khashoggi.

Menurut pihak keluarga, pangeran Ahmed takut untuk kembali ke kerajaan sejak dia membuat komentar publik bulan lalu yang mengkritik Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), putra kesayangan raja dan secara de facto penguasa kerajaan.

Sebagai salah satu tokoh paling senior di keluarga kerajaan, Pangeran Ahmed (70 tahun) dapat membantu memberikan legitimasi pada setiap tanggapan kerajaan terhadap kasus Khashoggi.

"Kepulangannya adalah manuver signifikan dalam keluarga kerajaan. Berarti ada yang terjadi," kata Gregory Gause, seorang sarjana Arab Saudi di Sekolah Pemerintahan dan Pelayanan Publik Bush di Texas A & M University.

Para pejabat Saudi bersikeras bahwa Putra Mahkota MBS (33 tahun) tidak terlibat dalam pembunuhan Khashoggi. Namun banyak pihak yang meragukan pernyataan itu, mengingat peran ketat MBS atas intelijen dan layanan keamanan kerajaan.

Para ahli mengatakan pihak kerajaan saat ini sedang mencoba mencari beberapa alternatif untuk melindungi MBS. Keluarga kerajaan mungkin akan mencari tambahan menteri luar negeri untuk mencairkan peran MBS dalam urusan kebijakan luar negeri atau hubungan dengan Barat.

Pangeran Ahmed secara luas dilihat sebagai sosok khusus dalam keluarga kerajaan karena ia adalah satu-satunya saudara raja yang masih hidup. Dia dan raja adalah sosok terakhir dari apa yang disebut Sudairi 7: ketujuh putra Raja Abdul Aziz, dari istrinya, Hussa binti Ahmed al-Sudairi. Mereka membentuk sebuah blok yang kuat di kerajaan dengan menjabat posisi penting.

Pangeran Ahmed pernah menjabat sebagai deputi menteri dalam negeri selama beberapa dekade. Ia kemudian menjadi menteri dalam negeri untuk periode singkat pada 2012. Namun, ia dianggap tidak terlalu berhasil dalam peran itu.

Pangeran Ahmed telah berulang kali menunda pemulangannya dalam beberapa pekan terakhir. Ia khawatir akan menjadi tahanan rumah oleh MBS. Beberapa bangsawan lain yang dianggap sebagai saingan kerajaan juga telah mengalami perlakuan semacam itu.

Kekhawatiran pangeran itu dimulai bulan lalu, ketika namanya disebut oleh pengunjuk rasa di London. Mereka menyebut keluarga kerajaan karena peran utama Arab Saudi dalam perang di Yaman, yang telah menyebabkan kebuntuan militer dan bencana kemanusiaan.

"Apa hubungannya ini dengan Al Saud? Mereka yang bertanggung jawab adalah raja dan putra mahkotanya. Saya harap situasinya berakhir, apakah di Yaman atau di tempat lain," kata Pangeran Ahmed.

Pangeran Ahmed sering dianggap pahlawan oleh para pengkritik MBS. Banyak yang mengirim sumpah kesetiaan kepadanya di internet, seolah-olah Pangeran Ahmed adalah raja.

Namun dia dengan cepat menjelaskan bahwa dia tidak berniat menyerang putra mahkota. Ia mengatakan bahwa komentarnya telah disalahtafsirkan.

Sebelum terbang ke Riyadh, Pangeran Ahmed meminta jaminan agar ia tidak mendapat reaksi keras dari MBS saat tiba di Riyadh. Menurut sumber terdekat,  Pangeran Ahmed mendarat di Arab Saudi sekitar pukul 01.30 pagi. Putra Mahkota akan menyambutnya  di bandara.

Sejak ayahnya, Raja Salman (82 tahun) naik tahta pada 2015, MBS telah mengendalikan kementerian penting serta pasukan keamanan utama. Dia juga secara sistematis meruntuhkan saingan-saingan potensial dalam keluarga, sehingga hampir tidak ada orang yang dapat menantangnya. Para diplomat yang telah bertemu dengan raja mengatakan usia raja kemungkinan telah mengurangi kemampuannya untuk menahan putranya.

Pangeran Turki al-Faisal, mantan duta besar untuk Washington dan London dan juga mantan kepala intelijen, adalah pelindung utama Khashoggi selama beberapa dekade ketika mereka bekerja bersama di perusahaan Saudi. Dalam beberapa pekan setelah pembunuhan  Khashoggi, ia kebetulan berada di Washington.

Namun alih-alih melakukan upaya untuk perubahan di Riyadh, Pangeran Turki justru secara terbuka mendukung MBS. "Semakin banyak kritik pada MBS, semakin populer dia di kerajaan. Orang-orang Arab Saudi senang dengan kepemimpinan," kata Pangeran Turki dalam wawancara dengan kolumnis The Washington Post.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement