REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Sabudi, nelayan berusia 30 tahun asal Desa Tanjung Pakis, Kecamatan Pakis Jaya, Karawang, tak menyangka jika hidupnya akan menyaksikan tragedi kecelakaan pesawat jatuh. Pada Senin pagi (29/10) kemarin, dia melihat pesawat Lion Air JT610 berputar-putar, oleng, dan tercebur ke perairan Tanjung Karawang.
"Selepas subuh, saya bersama teman nelayan lainnya melaut untuk menangkap udang," ujar Sabudi kepada sejumlah media, di Posko Taktis Tanjung Pakis, Karawang, Rabu (31/10).
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto didampingi saat meninjau barang-barang temuan hasil pencarian pesawat Lion Air JT 610 di Dermaga JICT 2, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (31/10).
Saat matahari mulai meninggi dan dia tengah asyik menjaring udang, dari kejauhan terlihat ada pesawat berwarna putih dengan corak oranye melintas. Akan tetapi, ada yang berbeda dengan pesawat itu lantaran terbangnya tidak tinggi.
Bahkan, seolah-olah pesawat itu berputar hendak berbelok. Namun, ketika sudah berbelok pesawat tersebut tidak langsung mengudara lagi, tetapi oleng dan menukik tajam. Lalu, terjatuh menabrak air laut.
"Seketika, terdengar ledakan seperti suara petir, yang kerasnya tiga kali lipat," ujar Sabudi.
Sabudi kaget dengan apa yang telah dilihatnya. Namun, dia tak berani mendekati lokasi asal sumber suara itu karena takut. Lalu, Sabudi bersama temannya, Ni'man, memutuskan untuk kembali ke pantai.
Jarak tempuh lokasi dia mencari udang dengan pantai sekitar tiga jam. Setibanya di pantai, Sambudi semakin kaget. Sebab, pesisir Pantai Tanjung Pakis yang biasanya sepi, mendadak dikerumuni ribuan warga.
Bahkan, kendaraan ambulans, polisi, TNI, dan kendaraan pribadi milik warga berjajar di hamparan pasir pantai. Rupanya, ribuan warga itu mendatangi pantai untuk melihat jatuhnya pesawat.
"Lalu, saya lapor ke petugas yang ada di posko, kalau kami melihat pesawat itu jatuh. Kemudian, saya diminta petugas kepolisian untuk kembali ke laut dan menunjukkan lokasi jatuhnya pesawat tersebut," katanya.
Tim Basarnas Special Group (BSG) melakukan penyelaman untuk mencari puing dan jenazah korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 di perairan Karawang, Jawa Barat, Selasa (30/10/2018).
Kemudian, setelah tiga jam melakukan perjalanan dengan perahu, dia bersama tim menemukan lokasi jatuhnya pesawat Boeing 737 Max 8 tersebut. Saat itu, di tengah guncangan air laut, terlihat serpihan pesawat, serta potongan tubuh yang tidak lagi utuh mulai mengambang.
Tak berapa lama, puluhan perahu mendatangi lokasi yang Sabudi tunjukan tersebut. Sampai saat ini, lokasi tersebut menjadi area prioritas pencarian korban pesawat Lion Air.
"Jatuhnya pesawat ini telah mengubah sejarah hidup saya. Ini akan diceritakan pada anak cucu kelak, jika dulu ada pesawat jatuh dan kisahnya menjadi heboh," ujar Sabudi.
Ni'man (50 tahun), nelayan lainnya, mengaku dia tak menyangka akan melihat peristiwa besar dalam hidupnya. Apalagi, peristiwa itu terkait dengan jatuhnya pesawat Lion Air yang membawa 189 orang dari Jakarta menuju Pangkal Pinang.
"Baru dua kali dalam hidup saya, melihat peristiwa besar. Pertama, saat ada paus terdampar pada 2012 lalu. Kemudian, kemarin pesawat jatuh," kata dia.
Hari ketiga pascajatuhnya pesawat Lion Air JT610, pencarian masih terus dilakukan. Pantai Tanjung Pakis juga masih ramai dikunjungi warga dan tim gabungan. Hal itu mengingat pantai tersebut menjadi salah satu titik evakuasi untuk korban maupun serpihan pesawat.
Bahkan, pada Rabu (31/10) siang, Wakil Bupati Karawang Ahmad Jimmy Zamakhsyari menginisiasi untuk menggelar shalat gaib bagi korban pesawat tersebut. Ribuan warga dari berbagai elemen masyarakat tampak melaksanakan shalat gaib bersama tepat di bibir pantai Tanjung Pakis.
"Kita turut prihatin atas kecelakaan di dunia penerbangan ini. Untuk itu, guna mendoakan korban, kita menggelar shalat gaib. Semoga, seluruh korban dan bangkai pesawat segera ditemukan. Keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan," ujar Jimmy.
Keluarga pilot pesawat Lion Air JT610 tiba di Posko Ante Mortem RS Polri, Rabu (31/10), di Jakarta.