REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan nantinya tarif taksi daring akan ditentukan oleh pemerintah pusat. Budi menjelaskan hal itu juga akan mengatur di wilayah yang memiliki dua provinsi.
“Dalam aturan yang kita buat kalau dalam suatu wilayah itu meliputi dua provinsi nanti pusat yang menentukan. Tapi kalau dalam satu provinsi (ditentukan) oleh gubernur,” kata Budi di Gedung Kemenhub, Rabu (31/10).
Selanjutnya, pengaturan kuota juga masih akan diatur dalam aturan pengganti Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Hanya saja untuk kuota, Budi menegaskan hal itu akan diatur gubernur setempat.
Hanya saja jika memasuki wilayah yang bersinggungan dengan dua provinsi, kuota juga akan ditentukan pemerintah pusat. “Kalau ada bersinggungan antara dua provinsi nanti kuota maka pusat yang mengatur. Kalau Jabodetabek nanti tetap kepala BPTJ,” ungkap Budi.
Sementara itu, untuk kode khusus pelat nomor taksi daring juga akan diatur namun akan berada di bawah korlantas. Budi memastikan, mengenai hal tersebut, pihak kepolisian sudah siap dan batas wilayah juga akan diatur oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, Anggota Tim 7 yang mewakili seluruh pengemudi taksi daring yaitu Christiansen Wagey menuturkan standar pelayanan minimum untuk taksi daring belum dibahas. “Tapi poinnya kami dari Tim 7 yang saat ini merupakan perwakilan pengemudi daring yang dilibatkan oleh pemerintah dalam merumuskan regulasi pengganti PM 108 meminta kepada pemerintah agar regulasi ini bukan lagi peraturan menteri,” kata Christiansen kepada Republika, Rabu (31/10).
Sebab, Christiansen menilai sudah tiga kali aturan taksi daring sudah dibatalkan sehingga mengharapkan nantinya bisa menjadi peraturan presiden. Sebab, kata Christiansen, taksi daring bukan hanya Kemenhub yang mengatur namun harus melibatkan lintas kementerian seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kooperasi dan UKM, dan lainnya.
Selain itu, Christiansen menegaskan tidak setuju dengan peraturan pengemudi taksi daring menggunakan seragam. “Bila hal ini (menggunakan seragam) diterapkan maka sudah pasti akan kami tolak karena kami bukan karyawan. Tapi kami setuju kalau ada tombol darurat,” tutur Christiansen.