REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu jenazah korban insiden Lion Air JT-610 dari 48 kantong jenazah yang diterima RS Polri Kramat Jati telah teridentifikasi melalui sidik jari. Sementara 47 jenazah lainnya masih harus menunggu hasil pemeriksaan DNA. Sebab, kondisi jenazahnya tak lengkap sehingga mengharuskan tim Inafis Polri mengidentifikasi dengan DNA.
"(Jenazah yang teridentifikasi) ini termasuk yang paling lengkap. Artinya bahwa bagian tubuh (47 jenazah) yang lain itu lebih minimal daripada bagian tubuh yang telah kita identifikasi ini," kata Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigjen Pol Arthur Tampi di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (31/10).
Karena itu, Arthur menolak jika disebut bahwa Polri kesulitan mengidentifikasi 47 jenazah tersebut. Proses identifikasi ini harus didasarkan pada hasil pemeriksaan DNA. Sebab kondisi 47 jenazah itu sulit diidentifikasi dengan metode primer seperti sidik jari dan odontogram.
"Bukan sulit tapi kita tidak bisa mengidentifikasi bagian tubuh ini tanpa ada hasil pemeriksaan DNA. Jadi tetap kita akan tunggu hasil pemeriksaan DNA. Sekali lagi, bukan karena ada kesulitan. Tapi memang metode yang kita gunakan sementara tidak ada yang lain kecuali dengan DNA," ucapnya.
Hasil pemeriksaan DNA, lanjut Arthur, bisa diketahui paling cepat setelah 4 hari. Pemeriksaan ini terus berlangsung di laboratorium selama 24 jam. "Saya juga berharap ini menjadi edukasi buat masyarakat terkait proses identifikasi yang kita laksanakan," tutur dia.
Satu jenazah korban kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 berhasil teridentifikasi. Kepala Pusat Inafis Polri Brigjen Pol Hudi Suryanto mengatakan jenazah tersebut bernama Jannatun Chyntia Dewi. Almarhumah lahir di Sidoarjo, Jawa Timur, pada tanggal 12 September 1994. Alamatnya yakni di Dusun Prumpon, RT 1 RW 1, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur.
Jannatun adalah anak ketiga dari pasangan Bambang Supriadi dan Surtiyem. Jenazahnya diketahui identitasnya dengan menggunakan motode identifikasi primer yakni sidik jari, odontokram, dan beberapa lainnya. Untuk jenazah Jannatun, tim inafis mengetahui identitasnya dengan mengandalkan data sidik jari.
"Kami meyakini karena tak satu pun dari 100 juta orang yang sidik jarinya sama. Sudah teruji secara internasional. Pengalaman kami seperti itu sehingga yakin identifikasi itu benar," ucap dia.