REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un menilai sanksi internasional sebagai upaya permusuhan. Menurut Kim, sanksi-sanksi internasional yang diberikan kepada negara sebagai upaya merintangi kesejahteraan rakyat Korut.
"Pasukan musuh dengan bodohnya bersemangat memberikan sanksi kejam untuk merintangi jalan kami untuk mempromosikan warga yang sejahtera dan berkembang dan membawa kami menuju perubahan dan pendirian," kata Kim yang dikutip oleh Korea Central News Agency, seperti dilansir dari The Telegraph, Kamis (1/11).
Pernyataan itu ia ungkapkan sebelum Korut menerima inspeksi senjata nuklir di situs uji coba di Punggye-ri dan tempat peluncuran misil Sohae. Saat melakukan perjalanan ke Wonsan-Kalma, Kim juga mengatakan akan melawan semua sanksi yang diberikan kepada rezimnya.
"Tapi mereka akan melihat dengan jelas bagaimana negara kami telah dibangun kembali ratusan kali, mengatasi kesulitan untuk membangun bangsa yang kuat melalui kekuatan, teknologi dan upaya sendiri," kata Kim.
Dalam kesempatan yang sama, ia meminta dukungan untuk kepemimpinannya. Di saat yang sama, ia juga mengirim pesan kepada AS tentang pembicaraan pada pekan depan untuk mengekplorasi kemungkinan adanya pertemuan kedua dengan Presiden AS Donald Trump.
Pernyataan-pernyataan Kim sudah digemakan di media-media milik pemerintah Korut. Situs media milik Korut Uriminzokkiri menyatakan sanksi-sanksi yang diterima Korut sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan konfrontasi dan perang dengan memblokir perdagangan dan upaya kerja sama negara tersebut.
Pemerintah AS pun tetap bersikeras Korut harus menunjukan niatan dan membuktikan komitmen mereka untuk menghapuskan seluruh program dan senjata nuklir. Cina dan Rusia beberapa kali mencoba melonggarkan sanksi Korut selama beberapa bulan terakhir ini.
Pemerintahan Korea Selatan (Korsel) juga telah meminta AS untuk menunjukan fleksibilitas dalam masalah ini. Pemerintahan Presiden Moon Jae-in yakin Korut akan merespon positif jika sanksi mereka mulai dilonggarkan.
Penasihat khusus bidang unifikasi, diplomasi dan keamanan nasional presiden Korsel, Moon Chung-in mengatakan Trump harus harus menggunakan pendekatan yang berbeda dengan Korut. Hal itu Moon ungkapkan dalam wawancaranya dengan Korea Times.
"AS memandang Korut dalam kerangka kejahatan dan hukuman; ini hasil dari konstruksi sosial atas realitas Korut yang curang dan sering berbohong, tapi jika hanya melihat Pyonyang dengan sudut pandang ini maka tidak ada cara untuk keluar dari masalah ini, harus lebih pragmatik, fleksibel dalam mendekati Korut," kata Moon.
Dalam pertemuan terakhir antara pejabat tinggi Korut dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Korut menolak memberikan daftar senjata nuklir mereka. AS menyatakan tidak akan ada kemajuan yang berarti dalam proses denuklirisasi Semenanjung Korea jika Korut tidak mau membersihkan seluruh fasilitas nuklir mereka.