Kamis 01 Nov 2018 15:39 WIB

Idrus Mengaku Minta Sumbangan untuk Pemuda Masjid

Kotjo berusaha meyakinkan Idrus bahwa proyek akan berjalan lancar.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjawab pertanyaan wartawan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/9).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjawab pertanyaan wartawan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Golkar Idrus Marham mengakui meminta sumbangan kepada terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisno Kotjo. Akan tetapi, ia membantah sumbangan itu untuk keperluan penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.

"Mohon maaf JPU dan yang mulia, seingat saya tidak ada permintaan. Saya tidak pernah dan tidak dalam posisi untuk meminta," kata Idrus di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Kamis (1/11). 

Mantan menteri sosial ini membenarkan pernah bertemu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd tersebut. Namun, dalam pertemuan tersebut, kata Idrus, dia  meminta agar Kotjo menyumbang untuk keperluan organisasi pemuda masjid. 

"Saat bertemu, saya selipkan kepentingan saya. Saya bilang, Bang Kotjo belum infak untuk pemuda masjid. Kata Bang Kotjo, ya sudah nanti," ujar Idrus. 

Pertemuan itu dilakukan pada Maret 2018 dan akhir Mei atau awal Juni 2018 di kantor Kotjo di Graha BIP, Jakarta, Maret 2018. Dalam dua kali pertemuan itu, Idrus selalu bersama-sama dengan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih. Eni merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.

"Saat itu saya bilang, yang luar biasa itu Pak Kotjo, karena orang kaya dan dermawan, suka bantu-bantu orang. Saya selipkan kepentingan saya, Bang Kotjo belum infak untuk pemuda masjid," kata Idrus menambahkan.

Menurut Idrus, meskipun sempat membahas proyek PLTU Riau dengan Kotjo, ia tak mau lebih jauh mencampuri urusan Kotjo terkait proyek tersebut.  

Saat itu, kata Idrus, Kotjo menjelaskan bahwa proyek PLTU Riau-1 segera rampung. "Bang Kotjo jelaskan betul punya pekerjaan listrik PLTU Riau-1. Tapi sudah di ujung, mau selesai karena sudah dikerjakan sejak 2015," tutur Idrus. 

Saat itu, kata Idrus, Kotjo juga menyampaikan padanya bahwa proyek itu terbilang murah karena mendapat investor dari luar. Namun, Idrus langsung mengingatkan Kotjo agar berhati-hati menggarap proyek tersebut. 

"Kemudian saya bilang Bang Kotjo, kalau murah justru harus hati-hati karena kalau murah biasanya jadi masalah," kata Idrus. 

Saat itu, kata Idrus, Kotjo tetap berusaha meyakinkan Idrus bahwa proyek itu berjalan lancar tanpa hambatan. "Bang Kotjo katakan 'Insya Allah saya sudah malang-melintang di usaha dan ini dikelola terbuka. Kalau perlu, kita datangkan orang jaksa, KPK'," ucap Idrus menirukan perkataan Kotjo saat itu. 

Dalam persidangan sebelumnya, Eni Maulani mengakui pernah ada pertemuan antara dia, Idrus, dan Kotjo. Pertemuan itu dilakukan pada Desember 2017, sebelum munaslub digelar.

Menurut Eni, dalam pertemuan itu, dia menyampaikan permintaan agar Kotjo membantu pendanaan munaslub. Menurut dia, saat itu Idrus juga menekankan agar Kotjo memberikan bantuan keuangan untuk partai melalui Eni yang ditunjuk sebagai bendahara munaslub.

KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I, yakni bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang sudah menjadi terdakwa, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS), serta mantan menteri sosial Idrus Marham (IM).

Dalam dakwaannya, Kotjo didakwa telah memberi suap Rp 4,7 miliar kepada anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham. Uang suap diperuntukkan agar Eni mengarahkan PLN menunjuk Blackgold Natural Resources, perusahaan milik Kotjo, mendapat bagian dari proyek PLTU Riau-1. 

Uang diberikan Kotjo kepada Eni sebanyak dua kali, 18 Desember 2017 dan 14 Maret 2018, dengan masing-masing besaran Rp 2 miliar. Uang kembali diberikan Kotjo setelah ada permintaan dari Eni untuk kepentingan suaminya mencalonkan diri sebagai bupati Temanggung. 

Awalnya, Eni meminta uang Rp 10 miliar, tetapi ditolak dengan alasan sulitnya kondisi keuangan. Peran Idrus melobi Kotjo berhasil dan memberikan uang kepada Eni untuk keperluan sang suami sebesar Rp 250 juta.

Kotjo pertama kali mengetahui adanya proyek itu sekitar 2015. Kemudian, dia mencari perusahaan lain untuk bergabung bersamanya sebagai investor, hingga bertemulah perusahaan asal Cina, CHEC Ltd (Huading). 

Dalam kesepakatan keduanya, Kotjo akan mendapat commitment fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek atau sekitar 25 juta dolar AS. Adapun nilai proyek itu sebesar 900 juta dolar AS.

Dari commitment fee yang ia terima, rencananya akan diteruskan lagi kepada sejumlah pihak, di antaranya kepada Setya Novanto 6 juta dolar AS, Andreas Rinaldi 6 juta dolar AS, Rickard Phillip Cecile selaku CEO PT BNR 3.125.000 dolar AS, Rudy Herlambang, direktur utama PT Samantaka Batubara 1 juta dolar AS, Intekhab Khan selaku Chairman BNR 1 juta dolar AS, James Rijanto, direktur PT Samantaka Batubara 1 juta dolar AS.

Sementara, Eni Saragih masuk ke dalam pihak-pihak lain yang akan mendapat commitment fee dari Kotjo. Pihak-pihak lain disebutkan mendapat 3,5 persen atau sekitar 875 ribu dollar AS. 

Kotjo didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement