Jumat 02 Nov 2018 04:01 WIB

Dramatisasi Pemberitaan Jatuhnya Lion Air Dikritik

KPI memeringatkan liputan media yang tidak etis soal jatuhnya pesawat Lion Air.

Red: Nur Aini
Karyawan PT Timah Tbk meletakkan bunga di meja kerja rekannya yang menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 sebagai bentuk penghormatan, di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (31/10/2018). Empat karyawan PT Timah Tbk turut menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.
Foto: Ananta Kala/Antara
Karyawan PT Timah Tbk meletakkan bunga di meja kerja rekannya yang menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 sebagai bentuk penghormatan, di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (31/10/2018). Empat karyawan PT Timah Tbk turut menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah memeringatkan wartawan untuk tidak mendramatisasi laporan jatuhnya pesawat Lion Air. Hal itu dalam upaya untuk menghentikan meluasnya "liputan media yang tidak etis" tentang bencana besar.

KPI melayangkan imbauan itu sehari setelah penerbangan JT610 jatuh ke Laut Jawa pada Senin (29/10). Jurnalis di Indonesia berlomba untuk meliput kecelakaan itu, tetapi para penonton mengkritik pemberitaan tersebut tidak sensitif terhadap keluarga korban.

Salah satu media daring, OkeZone, mengunggah sebuah video yang menunjukkan segerombolan wartawan yang mengelilingi seorang perempuan yang tampak terguncang di luar Pusat Krisis Air Lion di Jakarta dan dengan cepat memberondonginya dengan pertanyaan.

"Apa yang akan terjadi jika mereka tidak menemukan pesawat itu?" tanya seorang reporter.

"Bagaimana perasaan anda setelah mendengar tentang kecelakaan ini?" tanya yang lain.

Dalam sebuah video dari media lokal lainnya, seorang wartawan bertanya kepada keluarga korban lain: "Apakah Anda memperkirakan sesuatu seperti ini terjadi?"

"Apakah anda memiliki firasat ini akan terjadi?" tanya yang lain.

Ahmad Arif - jurnalis di Kompas dan penulis buku Jurnalisme Bencana - mengatakan sikap agresif yang memunculkan emosi dari narasumber rentan yang diwawancarai adalah praktik umum di kalangan jurnalis di Indonesia.

"Pertanyaan semacam itu ditanyakan oleh para pemburu berita untuk membangkitkan perasaan mereka, seringkali dengan sengaja mengeksploitasinya hanya demi mendramatisir suatu peristiwa yang disayangkan," katanya.

Menimbulkan trauma

Ketua Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI), Abdul Manan, mengatakan bahwa tayangan TV yang berisi puing-puing pesawat JT610 dan anggota keluarga korban yang sedih berulang kali disiarkan dengan musik melankolis. Hal itu justru "membuat trauma penonton dan anggota keluarga".

Abdul Manan mengatakan "pastinya ada tekanan pada wartawan di lapangan" untuk terus menghasilkan cerita, bahkan ketika tidak ada pembaruan yang signifikan untuk dilaporkan.

Pengguna Twitter lainnya mengatakan ia mendengar seorang wartawan bertanya: "Apa momen paling tak terlupakan yang Anda lalui bersama dengan korban?"

Yuliandre Darwis, Ketua KPI mengatakan peringatan mereka tentang "pemberitaan yang tidak etis" dari penerbangan Lion Air telah direspons oleh banyak redaksi media di seluruh Indonesia. Pemberitaan media tentang kecelakaan pesawat dan bencana lainnya pada umumnya membaik, kata Yuliandre, tetapi perlu ada "kontrol lebih" terhadap apa yang dipublikasikan secara daring.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-11-01/media-di-indonesia-diminta-tak-dramatisir-pemberitaan-jatuhnya/10458020
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement